Liputan6.com, Jakarta "Selamat sore Saudara-saudara sekalian, saya akan menyampaikan perkembangan kasus COVID-19 di Indonesia..." Sebuah kalimat pembuka oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 yang terasa bersahabat di telinga setiap sore pukul 15.30 WIB.
Achmad Yurianto, sosok inilah yang sangat ditunggu-tunggu pemirsa dan para jurnalis yang bertugas memperbarui data COVID-19. Namun, kini sosok Yuri, sapaan akrabnya, tidak lagi tampil membawakan laporan harian perkembangan COVID-19 seiring bergantinya Gugus Tugas Nasional menjadi Satuan Tugas Penanganan COVID-19.
Advertisement
Tepat tanggal 21 Juli 2020, Achmad Yurianto resmi purnatugas sebagai Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19. Genap 140 hari lamanya, tugas Yuri menyampaikan perkembangan COVID-19 di Tanah Air selesai. Tugas memberikan informasi seputar COVID-19 sekarang diampu oleh Wiku Adisasmito yang juga merupakan Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan COVID-19.
Tidak lagi tampil di layar kaca membuat warganet merasa kehilangan. Trending topik 'Pak Yuri' menjadi perbincangan yang ramai di media sosial. Rasa kehilangan dan sedih membanjiri timeline media sosial, seperti Twitter. Bukan hanya itu saja, ucapan 'Terima kasih Pak Yuri, Sehat-sehat ya Pak Yuri, Tetap Sehat Pak' ikut diucapkan warganet.
Selain informasi mengenai penambahan kasus, sembuh, meninggal terkait COVID-19, yang membuat Yuri dinantikan di depan layar adalah baju batik. Hampir setiap hari, Yuri terlihat tidak pernah absen mengenakan batik. Memang beberapa kali mengenakan kemeja putih atau cokelat. Namun, kemeja batik mendominasi.
Motif dan warna batik selalu berbeda-beda dikenakannya. Tak heran, banyak warganet yang bertanya, 'Pak Yuri kok enggak kehabisan stok batik? atau rasa penasaran, 'Pak Yuri sebenarnya punya stok batik berapa sih?'
"Soal batik sebenarnya begini, saya ternyata baru sadar begitu membuka lemari baju ternyata batik saya banyak. Oh, ini (batik) yang pas acara Hari Kesehatan Nasional. Ini pernah pas acara penghargaan alat kesehatan dokter, dan sebagainya yang pernah saya kenakan di berbagai acara," tutur Yuri dalam sesi talkshow Live Instagram Purna Tugas Jubir COVID-19 di Radio Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Jakarta, Jumat (24/7/2020).
Â
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Masker Batik Buatan Istri Tercinta
Memiliki baju batik yang beragam rupanya bukan tanpa sebab. Rupanya Yuri termasuk penggemar batik. Ia menggemari batik sejak dirinya duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).
Â
"Bagi saya, batik itu menarik karena sejak SMA dulu saya sudah menjadi penggemar batik. Kenapa jadi penggemar batik? Yang pasti, batik itu paling mudah dicari. Di toko (pakaian) apapun ada dan kita tidak pernah mempermasalahkan brandingnya," lanjut Yuri, yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan.
"Kalau baju polos kan banyak capnya, cap kuda, cap buaya. Lagi pula, siapapun yang melihat batik pasti tidak akan memilih (merek) branded. Pasti lihat gambar dan warnanya. Kemudian kita tinggal memadukan dengan celana dan sebagainya."
Â
Padu-padan batik yang dikenakan Yuri juga kerap matching alias cocok dengan masker batik. Masker batik ini pun menjadi sorotan warganet, 'Hari ini Pak Yuri pakai batik dan masker batik apa ya? atau tatkala warna batik yang dikenakan sama dengan masker, komentar seperti 'Warna maskernya cocok banget sama batiknya, Pak.'
Masker batik juga dipersiapkan Yuri. Dan beberapa masker batik yang dipakai Yuri merupakan hasil kreasi tangan sang istri tercinta, Dwiretno Yuliarti.
"Iya, di rumah kan Ibu (istri saya) senang jahit menjahit. Yaudah bikin masker (batik) aja deh," ujar Yuri sambil tertawa.
Â
Advertisement
Belajar Membatik dan Tanam Hidroponik
Menjahit dan membuat kreasi batik ibarat obat stres bagi Yuri. Dari penggemar batik berujung belajar membatik, yang menjadi salah satu hobinya.
"Sebenarnya manajemen stres juga ya. Kebetulan suatu saat, saya berpikir, ini (kain/bahan) polos diapain ya. Akhirnya, coba deh belajar batik. Saya bikin sketsa dan nyanting sedikit," lanjut Yuri.
Inspirasi sketsa dan pola batik juga berasal dari cetakan daun-daun. Daun-daun yang beragam jenis dipetik Yuri untuk dijadikan bahan cetakan pola batik.
Â
"Petikin daun satu persatu itu pas lagi belajar ecoprint. Itu teknik pemberian motif kain menggunakan bahan alam. Ecoprint ini sesuatu yang tren di Eropa, sudah lama juga. Kemudian saya mencoba membuatnya. Kita menggunakan daun sebagai (bahan) cetaknya," Yuri menerangkan.
"Paling cocok ecoprint ini digunakan pada kain sintetis, katun. Kita rebus daunnya, misal daun secang. Jadi, pakai medianya kain polos, begitu ada yang jelek (kain/kaos polos), tempelin deh daun-daunnya."
Â
Selain membatik, obat stres Yuri lainnya menekuni tanaman hidroponik.
"Iya, bikin hidroponik di rumah. Ada cabai dan sayur. Ya, itu obat stres," ujar Yuri.
Hobi Yuri lain yakni memanfaatkan benda-benda bekas. Jika kita biasa menonton televisi dengan duduk diam, Yuri tetap melakukan aktivitas lain. Sebut saja, entah membentuk gulungan kertas koran, bahkan kawat bekas lampu.
"Diikat-ikat, digulung-gulung jadi aksesoris bisa. Ada juga bekas kaleng makanan kucing, nanti ditempeli kancing. Lalu dicat warna, jadi tempat bolpoin," imbuhnya yang memelihara kucing di rumah.
Â
Ketenangan di Layar Kaca
Setiap kali tampil di layar kaca, Yuri selalu terlihat tenang. Walaupun ekspresi wajahnya terkesan serius, pembawaannya saat melaporkan perkembangan COVID-19 dan menyampaikan edukasi tetap tenang. Lantas apakah di balik itu, Yuri mengalami stres?
Â
"Saya enggak ada stres. Ngapain stres. Yang pasti begini, gambaran yang ditampilkan ke masyarakat beda. Setiap hari itu kan saya tampil 15 menit. Nah, 10 menit buat eduksi sesuai tematik. Dan data analisis yang disampaikan ada di 5 menit terakhir," tambah Yuri, yang pernah menjabat Kepala Pusat Krisis Kementerian Kesehatan.
"Saya tahu teman-teman media waktu (penayangan video) terbatas. Tetap saja yang penting adalah laporan kasus pada 5 menit terakhir. Yang dimunculkan di layar kaca ya 5 menit terakhir ini. Melihat fragmen itu, ada yang memberikan kesan kalau saya membawakan berita kematian. Ya, saya enggak apa-apa. Kan memang persepsinya begitu."
Â
Adanya persepsi 'pembawa berita kematian' Yuri dan tim Gugus Tugas Nasional pada saat itu berpikir, penyampaian edukasi perlu dikemas menarik.
"Kebetulan dokter Reisa Broto Asmoro kan juga dokter yang sering mengedukasi. Jadi, dimunculkan, edukasi dibawakan dokter Reisa. Tapi tetap saja yang dibutuhkan update data," senyum Yuri.
Menyoal ketenangan di depan layar kaca, Yuri diam-diam meniru para pemain sepakbola profesional. Sebelum bertanding, harus mempersiapkan dengan sebaik-baiknya.
"Kalau saat tanding kan mereka tidak mungkin menunjukkan rasa lelah. Oleh karena itu, supaya tidak terlihat lelah, maka butuh persiapan. Beberapa jam perjalanan dari kantor ke Gugus Tugas BNPB, kurang lebih setengah jam. Jadi, selama di mobil, saya bisa tidur 10 menit. Jangan mikir mau tidur, tidur aja. Kalau mikir mulu, malah enggak tidur-tidur," ucapnya.
Yang tak ketinggalan memulai hari dengan sarapan. Ia juga terus bergerak agar tetap fit.
"Harus pakai ilmu tukang angkot, isi bensin dulu, biar enggak mogok. Saya tidak ada pantangan makan. Lalu saya terus bergerak. Sederhana saja, jalan kaki ke mini market. Apalagi pada waktu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Enggak ada alasan enggak bergerak. Di rumah tetap bisa nyapu dan ngepel," pungkas Yuri.
Tidak ada hari libur selama menjadi jubir, tidak dipermasalahkan istri dan anak-anaknya. Bahkan Yuri bersyukur karena setiap hari tetap pulang ke rumah.
"Mereka (istri dan anak-anak) menyadari tugas saya apa. Sekarang bisa tiap hari pulang ke rumah. Beda kalau di Pusat Krisis dulu, bisa-bisa ada bencana, saya enggak pulang beberapa bulan. Saya rasakan semakin lama, makin enak pekerjaan. Paling kalau ditanya sama orang rumah, saya tidak usah repot pakai kata-kata, tinggal share location aja," tawa Yuri lepas.
Advertisement
Kenangan Ditunjuk Jadi Jubir
Sambil mengenakan kemeja putih, Yuri mengingat kenangan saat pertama kali ditunjuk menjadi Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19. Ia resmi ditunjuk menjadi jubir COVID-19 oleh Presiden Joko Widodo pada 3 Maret 2020.
"Awalnya, kasus dulu sebagai novel coronavirus Wuhan. Setelah dinyatakan Public Health E mergency (Kedaruratan Kesehatan Masyarakat) yang harus mendapatkan perhatian dari dunia. Maka ini tanggungjawab kita bersama. Lalu saya mencari referensi, tanya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan tanya pakar," kenang Yuri.
"Apa sih yang harus dikerjakan. Saya mengumpulkan tim. Kemudian muncul arahan Presiden untuk menjemput WNI kita dari Wuhan, Tiongkok. Karena saya mengawal dari pertama, saya diperintahkan menyiapkan segala persiapan penjemputan. Tidak ada pengalaman itu karena ini kan kasus baru. Saya adalah orang pertama yang menyambut mereka (WNI dari Wuhan) dari pesawat."
Tatkala mengawal penjemputan WNI dari Wuhan, Yuri banyak ditanya para jurnalis mengenai pembaruan berita tersebut. Hal inilah yang menjadi perhatian Jokowi.
Â
"Banyak teman media yang nanyanya ke saya. Saya berikan informasi kepada mereka dan ini diperhatikan Presiden. Sampai penjemputan Kapal World Dream dan sebagainya. Itu yang saya lakukan. Begitu muncul kasus dan banyak komentar, Presiden melihat harus ada juru bicara," lanjut Yuri.
"Saya diperintahkan ke Istana dan di sana ditunjuk langsung jadi jubir. Pada saat itu, saya berpikir, bukan kenapa saya yang ditunjuk, melainkan apa yang seharusnya saya lakukan. Langsung sajalah menerima tugas jadi jubir, ini sudah biasa saya kerjakan. Begitu diberikan tugas, itu sebuah kehormatan. Jadi, harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya."
Â
Sejak ditunjuk menjadi jubir, hari-hari Yuri dipenuhi pikiran apa saja hal-hal yang dilakukan. Ia menyadari penyampaian informasi perkembangan dan edukasi COVID-19 kepada masyarakat butuh strategi. Dukungan istri dan anak-anak menjadi kekuatan besar.
Â
"Saya menemukan hal-hal mendasar. Kita punya data, informasi, fakta yang harus diubah menjadi informasi, lalu dikomunikasikan ke masyarakat. Sementara itu, karakter masyarakat kita kan beragam ya se-Indonesia. Kemudian kita akan butuh strategi, apa yang harus dilakukan. Bagaimana kita harus memperkecil gap. Saya harus menggunakan bahasa yang dipahami masyarakat," jelas Yuri.
"Selain tim Gugus Tugas, saya juga punya tim yang memantau, yakni keluarga. Jadi, setiap saya pulang, mereka komentar, 'Tadi ngomong apa sih, tadi kalimatnya apa, tadi maunya apa sih.' Itu adalah hal-hal masukan buat saya. Bukan hanya teman-teman, tapi juga sama keluarga. Apa yang saya sampaikan ditangkap enggak sih, dipahami enggak sih, Nah, paling enggak ya dimengerti. Bagaimana mau melaksanakan kalau enggak dimengerti dulu."
Â
Momen Purnatugas
Di hari purnatugas menjadi jubir COVID-19, Yuri menceritakan dirinya dipanggil mengikut rapat. Ia tidak tahu bila pada hari Selasa, 21 Juli 2020 adalah hari terakhir menjadi jubir COVID-19.
Â
"Pas hari terakhir, saya tidak tahu, tiba-tiba saja diperintahkan untuk ikut rapat ke Kementerian Perekonomian. Sesampainya disana, dijelaskan keputusan Presiden bahwa sekarang ini manajemen bencana masuk masa pemulihan darurat. Karena respons darurat dalam penanganan sudah terstruktur dan on the track, tinggal mengintervensi dampak ekonomi," ungkap Yuri.
"Inilah yang akhirnya dibentuk Satgas Pemulihan Ekonomi, yang saling berpengaruh dengan Satgas Penanganan COVID-19. Kemudian jubir menjadi dua, Prof Wiku dan Pak Budi Gunadi. Dalam keputusan, efektif berlaku mulai hari itu (21 Juli 2020). Berarti tugas saya selesai."
Â
Pada rapat disebut bahwa Yuri supaya kembali fokus bertugas sebagai Dirjen P2P Kementerian Kesehatan.
"Saya disebut dalam rapat juga bisa fokus kepada program P2P Kementerian Kesehatan. Karena di hari itu juga pas paginya, ada arahan khusus Presiden mengenai eliminasi tuberkulosis (TBC). Nah, itu kan kerjaan (tugas) saya. Sekarang saya jadi juragan TBC," tambah Yuri.
Kini, warganet tidak lagi melihat sosok Yuri di layar kaca. Yuri juga membaca komentar-komentar warganet yang merasa sedih karena dirinya tidak tampil lagi.
"Kalau saya lihat apresiasi warganet. Bahwa ternyata pekerjaan saya, ada yang masih merasakan manfaatnya. Saya bersyukur. Meski begitu, tantangan juga tetap menjalin komunikasi. Seperti kemarin saat Hari Anak Nasional di Graha BNPB, kemarin (23/7/2020). Biasanya kan orang pengen minta atau ngajak difoto. Sekarang terbalik, saya duluan yang bilang, 'Boleh enggak saya foto dengan kamu (anak-anak)?," ujar Yuri menutup dengan senyum lebar.
Purnatugas menjadi jubir COVID-19 bukan berarti tugas selesai sepenuhnya. Yuri kembali fokus menjalani hari-hari sebagai Dirjen P2P Kementerian Kesehatan.
Sebagaimana ucapan terima kasih dan doa dari para warganet, Terima kasih Pak Yuri selama 140 hari menjadi jubir dan tetap sehat selalu...
Advertisement