Sukses

Bisa Berdampak pada Anak, Orangtua Mesti Kelola Stres Saat Pandemi COVID-19

COVID-19 yang masih merebak dapat memberi tekanan bagi setiap orang. Ali Aulia Ramly Spesialis Perlindungan Anak UNICEF mengimbau para orangtua untuk menjaga kesehatan mentalnya agar tidak berdampak buruk pada anak.

Liputan6.com, Jakarta COVID-19 yang masih merebak dapat memberi tekanan bagi setiap orang. Ali Aulia Ramly Spesialis Perlindungan Anak UNICEF mengimbau para orangtua untuk menjaga kesehatan mentalnya agar tidak berdampak buruk pada anak.

Menurutnya, sebelum menjaga kesehatan mental anak, orangtua juga perlu memerhatikan kesehatan mental dirinya sendiri. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengurangi stres.

“Bukan hanya remaja dan anak, tetapi sumber masalah juga bisa datang dari tekanan yang juga dialami orangtua atau pengasuh anak. Maka penting juga bagi orangtua untuk memahami apa yang terjadi pada dirinya,” ujar Ali dalam webinar Kementerian Kesehatan, Rabu (5/8/2020).

Orangtua perlu saling membantu memahami tekanan diri masing-masing, bantuan pasangan memang diperlukan dalam hal ini, kata Ali. Gejala yang bisa timbul di antaranya susah tidur, mudah marah, atau hilang nafsu makan.

“Tetap berolahraga, lakukan kegiatan rutin fisik. Makan yang sehat, lakukan hal-hal baru yang menyenangkan termasuk mengembangkan hobi dan membatasi informasi tentang COVID-19.”

Simak Video Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Terkait Infodemik

Ali juga menyinggung terkait infodemik yang dapat memicu stres. Menurutnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa salah satu yang menjadi persoalan adalah infodemik, yakni suatu gelombang  informasi berlebihan tentang suatu masalah yang malah menyulitkan untuk mengidentifikasi solusi.

“Begitu banyak informasi, terutama informasi yang tidak benar yang justru menjadi sumber stres. Batasi informasi dan hanya cek sumber-sumber informasi yang terpercaya.”

Orang dewasa juga perlu mengambil jeda, tambahnya, jeda ini dilakukan dengan mengambil waktu satu atau dua jam di kamar untuk menenangkan diri dan merenungkan mengapa dia mudah marah dan tidak bisa mengontrol emosi.

“Dan ini saya tekankan, penting untuk mencari pertolongan profesional kepada pekerja sosial, psikolog, psikiater, maupun tenaga medis lainnya jika gejala yang muncul menjadi lebih lama dari biasanya.”