Liputan6.com, Jakarta Dr. dr. Kristiana Siste, SpKJ(K) dari Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM menjelaskan tentang ketergantungan atau adiksi internet pada anak dan remaja.
Menurutnya, sebelum pandemi menyerang, ada 175 juta pengguna internet, 162 juta pengguna ponsel pintar, dan 80 persen remaja online setiap hari. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) remaja adalah anak usia 10 hingga 20 tahun.
Baca Juga
Ketergantungan internet sendiri adalah penggunaan internet yang eksesif (berlebihan) yang menyebabkan gangguan pada fungsi kehidupan sehari-hari.
Advertisement
“Kita tidak bisa mengatakan semua anak dan remaja yang main internet itu ketergantungan. Harus ada kata penggunaan yang berlebihan dan dan mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari seperti tidur, makan, mandi, sekolah dan berelasi dengan orang lain,” Ujarnya dalam webminar Kementerian Kesehatan, Rabu (5/8/2020).
Penggunaan internet yang melewati batas wajar juga dapat ditandai dengan timbulnya berbagai konflik dengan orangtua, mengasingkan diri dari teman, mengabaikan sekolah, dan tidak mementingkan makan.
Simak Video Berikut Ini:
Jenis Ketergantungan Internet
Ketergantungan internet terbagi dalam dua jenis yaitu secara umum dan secara spesifik.
“Jenis adiksi umum yaitu segala sesuatu yang dilakukan melalui internet yang berlebihan dan mengganggu fungsi kehidupan. Tapi kalau kita spesifikkan ternyata ada tipe spesifik misalnya gim daring, belanja daring, judi daring, dan pornografi.”
Ketergantungan internet juga dapat dilihat dengan adanya gejala Nomophobia dan FOMO. Nomophobia adalah rasa cemas yang berlebihan bila ketinggalan ponsel.
“Kalaiu FOMO (Fear Of Missing Out) adalah suatu kecemasan yang tinggi saat kehilangan kehidupan dalam dunia mayanya, sehingga ada pasien saya yang sampai membawa pispot ke dalam kamarnya karena tidak mau menghabiskan waktunya sedetik pun untuk buang air kecil di toilet.”
Siste menambahkan, remaja cenderung mengecek ponsel mereka hingga 60 sampai 70 kali sehari. Hal yang dicek itu kebanyakan adalah media sosial.
“Karena media sosial ini dapat membuat remaja memperlihatkan dirinya sebagai figur idealnya, mungkin berbeda dengan di dunia nyata tapi dengan memposting figur idealnya maka rasa percaya dirinya semakin tinggi.
Advertisement