Sukses

Cerita Yennel Terdiagnosis Sindrom Sjogren: Pingsan Usai Menangkan Kompetisi

Yennel S. Suzia menceritakan dirinya ketika pertama kali didiagnosis terkena penyakit autoimun sindrom Sjogren

Liputan6.com, Jakarta Yennel S. Suzia sesungguhnya mulai mengalami gejala sindrom Sjogren sejak tahun 2012. Namun wanita yang saat itu berusia 57 tersebut tidak terlalu menanggapinya.

Hingga di tahun 2014, ia mengetahui bahwa dirinya terkena sindrom Sjogren, suatu penyakit autoimun yang bersifat kronik dan sistemik.

"2012 itu kantor saya di Kebayoran, saya tinggal di Bekasi. Itu saya bisa menghabiskan air minum sekitar dua sampai tiga botol dari rumah sampai ke kantor, tapi saya tidak sadar itu," kata Yennel.

"Saya tidak pernah diskusi dengan dokter, cuma kadang-kadang saya suka merasa nyeri, lemas badan. Jadi saya seringnya konsultasi ke dokter saraf," ujarnya dalam sebuah temu media yang diadakan secara daring beberapa waktu lalu, ditulis Selasa (11/8/2020).

Namun pemeriksaan darah pada saat itu menunjukkan hasil yang normal. Sehingga, wanita yang sempat mengalami empat kali keguguran itu disebut hanya mengalami stres.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

2 dari 4 halaman

Tiba-Tiba Pingsan

Yennel menceritakan, semua dimulai ketika dirinya terlalu stres karena berambisi mampu membawa nama Indonesia ke dalam sebuah nominasi gedung hemat energi

"Jadi saya waktu itu pulang dari Laos, kami menang di Asia Tenggara, untuk gedung hemat energi. Saya pulang, waktu mau menyelesaikan satu gedung lagi, tiba-tiba saya pingsan," kata wanita yang berprofesi sebagai arsitek itu.

Yennel pun dibawa ke rumah sakit. Namun usai sadar, ia sempat akan bekerja lagi hingga kemudian jatuh pingsan. Ia pun dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Dokter mengatakan bahwa Yennel tidak mengalami stroke. Pemeriksaan lanjutan pun mengungkapkan bahwa ia terkena sindrom Sjogren. Sejak saat itu, ia pun mendapatkan berbagai pengobatan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

3 dari 4 halaman

Gejala Sindrom Sjogren

Di awal diagnosis, Yennel mendapatkan obat berupa steroid. Saat ini, ia sudah tidak mengonsumsi obat tersebut meski masih mengonsumsi hidroklorokuin dan vitamin D.

"2014 itu saya sudah kekeringan. Kalau makan, sampai sekarang pun, harus hati-hati. Jadi makan jangan banyak-banyak, setengah sendok, harus dengan air minum. Dulu-dulu suka keselek," ujarnya.

Dokter Alvina Widhani dari Divisi Alergi Imunologi Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga menangani Yennel, mengatakan bahwa Yennel memiliki gejala sindrom Sjogren yang cukup lengkap.

"Ibu Yennel ini termasuk yang gejalanya lengkap, maksudnya gejala yang di luar kelenjar," kata Alvina pada kesempatan yang sama.

"Jadi Sjogren syndrome ini khasnya mengenai berbagai kelenjar seperti kelenjar air mata, kelenjar air liur, kemudian kelenjar keringat. Jadi gejala utamanya ini adalah kekeringan seperti di mata, mulut, sama di kulit. Itu seringkali menjadi awal munculnya gejala."

4 dari 4 halaman

Belajar Ikhlas dan Bersyukur

Yennel mengatakan, tidak hanya obat-obatan dan menjaga gaya hidup saja yang membuatnya tetap bisa beraktivitas hingga saat ini meski memiliki kondisi autoimun sindrom Sjogren.

"Sekarang saya mulai belajar secara ikhlas bahwa semua itu ternyata ada hikmahnya. Jadi saya kena autoimun ternyata ada hikmahnya. Saya bisa kenal baik dengan para dokter di RSCM, sekarang jadi sahabat semua," ujarnya. Selain itu, ia juga lebih mendekatkan diri dengan Yang Kuasa.

"Jadi bagi saya orang beribadah itu bukan mengharapkan nanti masuk Surga atau Neraka, itu urusan Tuhan. Tapi Tuhan itu memberikan norma kepada kita dalam kehidupan untuk menuntun kita hidup dalam segala hal," ujarnya.

Yennel sendiri masih bersyukur bahwa dirinya masih bisa bangun tidur dan melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

"Jadi setiap hari hidupnya bersyukur dan berbagi. Kalau pun ada sakit atau apa, itu akan ada imbalan dari Tuhan yang akan membuat kita tercengang, ternyata itu hikmahnya."