Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis okupasi FKUI Nuri Purwito Adi, MSc menyebutkan beberapa dampak work from home (WFH) bagi kesehatan pekerja.
Menurutnya, beberapa survei menunjukkan bahwa WFH sangat berpotensi meningkatkan risiko masalah psikososial. Hal ini dapat disebabkan karena batas waktu kerja yang tidak jelas.
Baca Juga
Jika karyawan bekerja di kantor maka setelah waktu pulang pekerjaannya sudah beres. Sedang saat WFH, batasan waktu kerja seolah samar. Karyawan bisa saja dihubungi di luar jam kerja dan hal ini bisa menyebabkan kelelahan dan overwork.
Advertisement
“WFH itu seperti tidak ada batas jam kerjanya gitu, ada kemarin yang bilang sama saya jam 3 pagi dipanggil, dikontak-kontak masalah kerjaan. Jadi mereka itu kelelahan banget dan seperti overwork,” ujar Nuri dalam konferensi pers BNPB, Sabtu (15/8/2020).
Ia menambahkan, keadaan rumah yang tidak diatur sebagai tempat kerja juga turut menjadi masalah.
“Kan di rumah itu biasanya kita enggak mengatur untuk kerja jadi fasilitas tempat duduknya, meja kerjanya itu mungkin bukan meja kerja yang nyaman.”
Tempat kerja yang tidak nyaman saat WFH dapat menimbulkan masalah lain seperti pinggang pegal dan rasa sakit di leher.
“Itu beberapa hal yang perlu diantisipasi dan disadari oleh pihak kantor dan pekerjanya sendiri.”
Simak Video Berikut Ini:
Bagi Kantor yang Sudah Kembali Buka
Bagi kantor yang sudah kembali dibuka, Nuri mengatakan hal penting yang harus ditaati adalah protokol kesehatan di kantor.
Ia juga menyinggung tentang pentingnya suatu perusahaan memiliki satuan tugas COVID-19 sendiri. Menurutnya, tim ini dapat membantu perusahaan untuk menyiapkan segala sesuatu terkait COVID-19.
“Menurut saya, penting bagi tempat kerja atau perusahaan untuk membuat semacam tim Satgas COVID-19 di internal mereka. Tim Satgas tersebut yang nantinya akan cari tahu perkembangan informasi dari gugus tugas dan segalanya, termasuk apa saja yang mereka perlukan.”
Tim Satgas internal juga dapat bertugas untuk melakukan penilaian risiko apakah tempat kerja sudah siap untuk dibuka bagi 50 persen karyawan atau harus dimulai dengan 20 persen karyawan terlebih dahulu.
“Apakah sudah layak untuk mengakomodasi pekerja masuk kantor, jadi saya rasa perlu ditingkatkan kesadarannya untuk kepentingan bersama.”
Advertisement