Sukses

Bahas Polemik Pengangkatan 17 Anggota KKI, IDI Harap Bisa Berdialog dengan Jokowi

Bahas polemik pengangkatan 17 anggota Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), IDI berharap bisa berdialog dengan Presiden Jokowi.

Liputan6.com, Jakarta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berharap dapat berdialog dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait polemik pelantikan 17 anggota Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Dialog tersebut untuk menyampaikan persoalan sekaligus menuntaskan kekisruhan yang terjadi.

"Harapannya, ada dialog ke depannya. Dan, sangat berharap Presiden Jokowi mau menerima kami," jelas Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih saat konferensi pers di Kantor PB IDI, Jakarta, Senin (24/8/2020).

"Kami akan menyampaikan apa yang kami yakini benar dan tindakan apa selanjutnya untuk menyelesaikan permasalahan ini. Kami ingin mengajukan usul audiensi."

Polemik pelantikan 17 anggota KKI terjadi karena calon anggota yang diangkat berbeda dari usulan yang direkomendasikan organisasi dan asosiasi profesi. Sebagaimana peraturan UU Praktik Kedokteran No 29 Tahun 2004, keanggotan KKI ditetapkan Presiden atas usul Menteri, yang mana calon anggota harus diusulkan oleh organisasi dan asosiasi profesi.

Polemik juga muncul terkait dengan pernyataan Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto yang menyebutkan bahwa organisasi dan asosiasi profesi tidak mengajukan nama usulan nama dan nama yang diajukan tidak memenuhi persyaratan.

"Sehingga hal itu membuat Menteri Kesehatan mengajukan usul nama sendiri. Kami jelas kecewa dan keberatan atas sikap dan tindakan Menteri Kesehatan yang tidak memberikan usulan nama tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang ada," tegas Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Ugan Gandar.

 

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Pelantikan yang Membuat Kaget

Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) David S Perdanakusuma mengungkapkan, pelantikan 17 anggota KKI pada Rabu, 19 Agustus 2020 membuat rekan-rekan di organisasi dan asosiasi profesi kaget.

"Kami semua sangat kaget atas pelantikan 17 anggota KKI tersebut. Kami mendapatkan informasi soal pelantikan itu malam Senin (17/8/2020), kemudian kami mengadakan pertemuan Selasa (18/8/2020) siang," ungkapnya.

"Menurut kami, ini sesuatu yang sangat mengagetkan dan memprihatinkan. Kami sudah mengusulkan nama-nama kepada Menteri Kesehatan. Dan dalam pengajuan nama-nama itu sudah benar-benar kami pastikan, bahwa mereka adalah orang-orang yang memang berkompeten."

Ugan menjelaskan, organisasi dan asosiasi profesi, yang meliputi IDI, PDGI, MKKI, Majelis Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia (MKKGI), Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI), Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI), dan Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI) punya hak konstitusional untuk mengusulkan keanggotaan KKI.

"Jadi, penting untuk memastikan agar perwakilan setiap unsur penyusun komposisi KKI lahir dari pilihan sadar dan independen. Undang-undang secara tegas menjaga independensi. Pemerintah hanya memiliki peran administratif, yaitu menampung usulan dari organisasi profesi dan kelompok masyarakat yang syarat-syarat kelayakannya ditetapkan secara jelas dalam UU Praktik Kedokteran," jelasnya.

3 dari 3 halaman

Diisi Orang Terbaik, Bukan Berkepentingan

Ketua PDGI Sri Hananto Seno menerangkan, alangkah baiknya Menteri Kesehatan Terawan dapat berkomunikasi dengan organisasi dan asosiasi profesi terkait usulan nama-nama calon.

"Sebenarnya bisa kalau mengkomunikasikan ke kami. Kita diskusi mana saja orang-orang yang akan diusulan. Diskusi sama-sama, sehingga KKI ini diisi oleh orang-orang terbaik, bukan diisi orang-orang yang berkepentingan," terangnya.

"Yang terjadi sekarang, nama-nama anggota KKI yang dilantik itu bukan usulan sebagaimana mekanisme pengangkatan dari undang-undang yang berlaku. Ini menjadi suatu permasalahan. Koordinasi dan diskusi tidak dibangun."

Lebih lanjut, Hananto mengajak, untuk membuka diri saling berkomunikasi sebaik-baiknya.

"Sehingga anggota KKI yang diangkat adalah yang betul-betul berkompeten dan mengabdikan diri. Urutan penentuan dalam memilih calon anggota juga enggak sembarangan," lanjutnya.

"Kami memilih orang-orang yang mewakili kemampuan di masing-masing bidang, baik kesehatan, profesi, pendidikan dan lainnya. Ini butuh proses panjang. Tentunya, kami keberatan dan kecewa mendalam soal pengangkatannya."

Senada dengan Hananto, Ugan menambahkan, sebelum bahwa sebelum mengeluarkan kebijakan, sebaiknya Pemerintah (Kementerian Kesehatan) berdialog dengan organisasi dan asosiasi profesi. Adanya kejadian ini dapat membuat rasa tidak nyaman rekan-rekan di organisasi dan asosiasi profesi.