Liputan6.com, Jakarta Kasus COVID-19 kembali muncul di Selandia Baru setelah lebih dari 100 hari bebas dari penularan lokal. Beberapa anggota keluarga di Auckland dinyatakan positif pada awal Agustus, namun sumbernya masih membuat bingung para pejabat setempat.
Pasalnya, tidak ada riwayat perjalanan ke luar negeri di antara kelompok yang terinfeksi, kata para pemimpin. Beberapa dari mereka yang terinfeksi bekerja di fasilitas makanan berpendingin Auckland, yang mengarah ke spekulasi virus bisa bertahan dari luar negeri dengan makanan dingin atau beku.
Baca Juga
Pada hari Senin (24 Agustus 2020), pejabat Selandia Baru melaporkan sembilan kasus baru COVID-19, termasuk satu kemungkinan kasus, yang semuanya terkait dengan cluster Auckland. Ada 123 infeksi aktif, dan 151 orang yang terkait dengan cluster telah dipindahkan ke fasilitas karantina Auckland, termasuk 82 orang yang dinyatakan positif dan kontak rumah tangga mereka, tulis pejabat.
Advertisement
“Sampai saat ini, meskipun telah dilakukan pengujian menyeluruh di perbatasan, bekerja secara komprehensif di dalam fasilitas isolasi kami, kami belum dapat menemukan apa yang terjadi di sini. Kami terus mencari,” kata Jacinda Ardern, perdana menteri Selandia Baru, mengatakan pada konferensi pers pada hari Senin.
Para peneliti dari Singapura dan Irlandia menerbitkan sebuah penelitian di bioRxiv minggu lalu, mengeksplorasi kemungkinan virus menular tetap ada pada makanan impor sebagai alasan yang masuk akal untuk kebangkitan virus di Vietnam, Selandia Baru dan sebagian China. Studi ini tidak disertifikasi oleh peer review.
Pada penelitian, tim menambahkan SARS-CoV-2 ke potongan kubus salmon, ayam, dan babi yang bersumber dari supermarket di Singapura dan menyimpan sampelnya pada tiga suhu berbeda (4˚C, -20˚C dan -80˚C) dan dipanen pada waktu titik suhu tertentu (1, 2, 5, 7, 14 dan 21 hari pasca inokulasi), lapor penulis penelitian pada tulisannya.
Mereka menemukan bahwa makanan masih terkontaminasi virus tiga minggu kemudian baik dalam sampel yang didinginkan (4 ° C) dan beku (-20 ° C dan -80 ° C).
"Saat menambahkan SARS-CoV-2 ke ayam, salmon, dan potongan daging babi, tidak ada penurunan virus menular setelah 21 hari pada suhu 4 ° C (pendinginan standar) dan -20 ° C (pembekuan standar)," tulis mereka.
“Kami tahu dari penelitian di luar negeri bahwa sebenarnya, virus dapat bertahan di beberapa lingkungan berpendingin untuk beberapa waktu,” ujar Ashley Bloomfield, Direktur Jenderal Kesehatan Selandia Baru, mengatakan pada pertengahan Agustus, menurut Associated Press.
Simak Video Berikut Ini:
Tanggapan WHO
Pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya mengatakan tidak perlu khawatir kemungkinan tertular virus dari makanan atau kemasan makanan.
“Orang seharusnya tidak takut pada makanan, atau kemasan makanan atau pemrosesan atau pengiriman makanan,” kata Mike Ryan, Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO, dikutip dari Foxnews.
Sementara, para peneliti dari Singapura dan Irlandia berpendapat bahwa meskipun risiko penularannya minimal, potensinya untuk memicu wabah masih ada.
"Meskipun dapat dengan yakin dikatakan bahwa penularan melalui makanan yang terkontaminasi bukanlah rute infeksi utama, potensi pergerakan barang yang terkontaminasi ke wilayah tanpa COVID-19 dan memulai wabah adalah hipotesis penting," tulis mereka.
“Penting untuk memahami risiko suatu barang terkontaminasi dan tetap demikian pada saat ekspor, dan virus yang bertahan dalam kondisi pengangkutan dan penyimpanan,” tambah mereka.
Kondisi kerja di pabrik pengolahan daging telah dikaitkan dengan penularan virus karena kontak dekat yang lama antara pekerja, ventilasi yang buruk, berkerumun, dan berteriak, seperti yang juga dicatat oleh para peneliti.
Penulis penelitian berhipotesis bahwa kontaminasi daging dengan SARS-CoV-2 mungkin terjadi selama penyembelihan dan pemrosesan.
"Sayap ayam beku dari Brasil ke China yang terinfeksi virus corona menjadi headline berita kurang dari dua minggu lalu. Beberapa hari sebelumnya, pejabat Cina di kota Yantai mengumumkan virus ditemukan pada kemasan makanan laut beku dikirimkan dari Ekuador.
Pejabat pun menyegel barang-barang tersebut dan pegawai yang menangani makanan laut tersebut dikarantina dan untungnya dinyatakan negatif, kata pemerintah setempat.
Para peneliti dari Singapura dan Irlandia mengatakan virus dapat bertahan dalam waktu dan suhu tertentu. “Kami yakin mungkin saja makanan impor yang terkontaminasi dapat menularkan virus ke pekerja dan juga lingkungan. Penjamah makanan yang terinfeksi berpotensi menjadi kasus indeks wabah baru,” tulis laporan tersebut.
“Dalam temuan kami dari China tentang SARS-CoV-2 yang terdeteksi pada ayam beku impor dan bahan kemasan udang beku, maka otoritas keamanan pangan dan industri makanan harus meningkatkan lagi kewaspadaan dari situasi kienormalan baru untuk keamanan pangan,” tutup penulis studi.
Advertisement