Liputan6.com, Jakarta Sudah hampir setengah tahun kita setiap hari mendengarkan informasi seputar COVID-19. Mulai dari berita di media hingga kabar orang yang dikenal terinfeksi virus SARS-CoV-2 ini.
Ketika paparan informasi tentang COVID-19 hadir berlebihan, hal tersebut memang bisa menimbulkan rasa cemas, khawatir, serta stres. Bahkan tak jarang tubuh seperti merasakan gejala mirip COVID-19 seperti sesak napas seperti disampaikan dokter spesialis penyakit dalam konsultan psikosomatis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada Yogyakrata, Noor Asyiqah Sofia.
Baca Juga
“Gejala yang muncul tersebut sebenarnya adalah manifestasi dari gangguan psikosomatik. Beberapa manifestasinya seperti sesak napas mirip dengan manifestasi infeksi COVID-19,” kata Noor.
Advertisement
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah psikosomatik di tengah pandemi COVID-19. Selain membatasi informasi hanya dari yang kredibel dan jelas, penting juga meningkatkan respons relaksasi tubuh terhadap stres.
“Salah satu cara meningkatkan respons relaksasi tubuh terhadap stres yaitu dengan olahraga,” kata Noor seperti dikutip dari laman resmi UGM ditulis Rabu (26/8/2020).
Saksikan juga video berikut
Istirahat Cukup dan Makan Sehat
Selain itu, pastikan beristirahat cukup. Bila kurang istirahat bisa menaikkan kadar hormon stres yakni kortisol.
Selanjutnya, pastikan makan dengan pola gizi seimbang. Mengonsumsi makanan bergizi dapat membantu menurunkan kadar hormone kortisol dan adrenalin yang meningkat saat stres.
“Jangan lupa meningkatkan kualitas spiritual dan religiusitas,” tambah dosen Departemen Penyakit Dalam Divisi Psikosomatik FKKMK UGM ini.
Advertisement
Kok Bisa Sesak Napas?
Noor menjelaskan bahwa psikosomatik merupakan gangguan atau penyakit dengan gejala-gejala yang menyerupai penyakit fisik yang disebabkan faktor psikologis atau peristiwa psikososial tertentu. Hal itu umumnya terjadi akibat kurangnya kemampuan adaptasi seseorang dalam menghadapi stres.
“Jika sudah menjadi gangguan psikosomatik berarti bukan merupakan reaksi normal. Sebab, sudah terjadi gangguan pada fisik pasien,” papar Noor.
Psikosomatik dapat terjadi melalui proses emosi, yaitu stres yang tidak mampu diadaptasi dengan baik. Emosi yang diproses oleh otak tersebut akan disalurkan melalui susunan saraf ke organ-organ tubuh. Misalnya, saluran pencernaan, saluran pernafasan, dan sistem hormonal.
Noor mencontohkan pada individu yang merasa sesak napas, hal tersebut menandakan adanya gangguan psikosomatis di saluran pernafasan. Hal itu terjadi jika sesak nafas yang didapat sangat dipengaruhi oleh kondisi psikis pasien.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa gangguan psikosomatik bisa terjadi baik pada orang yang sehat, tetapi bisa juga terjadi pada orang yang memang secara fisik sudah memiliki kelainan pada organ fisiknya. Pada orang yang secara fisik sehat, gangguan psikosomatik ini akan menimbulkan manifestasi yang beragam, seperti sering berdebar-debar, keringat dingin, keluhan pencernaan seperti kembung mual, dan gangguan tidur.
Sementara itu, apabila gangguan psikosomatik ini terjadi pada orang yang secara fisik sudah sakit, maka psikosomatis bisa memperberat penyakit yang telah diderita. Selain itu, juga menurunkan kualitas hidup dan kepatuhan terhadap pengobatan.
Apabila sudah terjadi gangguan psikosomatik maka diperlukan pendekatan yang holistik. Artinya, menggunakan pendekatan terhadap gangguan psikis yang mendasari maupun pendekatan terhadap gangguan fisik yang terjadi akibat gangguan psikosomatik tersebut.