Sukses

Menko PMK: Rokok Adalah Jebakan dalam Siklus Pembangunan Manusia Indonesia

Salah satu jebakan yang hampir terjadi di seluruh bagian siklus pembangunan manusia di Indonesia adalah rokok.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK) Prof. Dr. Muhajir Effendy, M.A.P, mengatakan bahwa salah satu jebakan yang hampir terjadi di seluruh bagian siklus pembangunan manusia di Indonesia adalah rokok.

“Dikhawatirkan rokok sudah mulai menyerang upaya kita untuk membangun sumber daya manusia Indonesia sejak dalam kandungan. Salah satu penyebab stunting adalah rokok. Rokok memicu berbagai macam penyakit keluarga termasuk penyakit ekonomi,” ujarnya dalam seminar daring PKJS-UI, Kamis (27/8/2020).

Ia berpesan, distribusi dana Program Keluarga Harapan (PKH) yang diberikan lewat ibu-ibu agar tidak dibelikan rokok, karena selain menyebabkan kecanduan, rokok juga bahaya bagi kesehatan dan pada akhirnya akan berdampak pada masa depan.

 Apa yang didapat oleh negara atau pemerintah melalui cukai rokok tidak sebanding dengan ongkos yang harus dikeluarkan oleh pemerintah terhadap dampak negatif rokok terutama pada kesehatan, tambahnya.

“Harus kita tekankan dengan baik terutama bagaimana kita bisa menyelamatkan remaja-remaja kita, anak-anak kita jangan sampai menjadi perokok dini. Semakin dini mereka kecanduan rokok, maka tingkat kerusakan kesehatan maupun mentalnya akan semakin parah ketika dia memasuki usia produktif.”

“Prinsipnya kita harus memiliki komitmen yang kuat baik kalangan masyarakat sipil, termasuk di dalamnya kelompok peneliti, kelompok peduli terhadap bahaya rokok maupun pemerintah untuk sama-sama menjadikan agenda strategis, agenda yang penting dalam upaya kita untuk menekan, menahan, laju perokok atau pecandu rokok di Indonesia.”

Simak Video Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Naikkan Cukai Minimal 25 Persen

Ketua PKJS-UI, Ir. Aryana Satrya, M.M., Ph.D menambahkan bahwa jika harga rokok tetap murah, prevalensi perokok muda akan terus meningkat, dan menyebabkan masalah kesehatan yang signifikan serta beban ekonomi.

“Untuk itu, pemerintah harus segera mengambil langkah dengan menaikkan cukai secara seragam minimal 25 persen untuk tahun 2021 demi mengurangi prevalensi perokok muda dan dewasa yang mengkhawatirkan di Indonesia,” ujarnya.

Cukai hasil tembakau di Indonesia saat ini masih kompleks dan banyak golongannya. Hal ini menyebabkan harga rokok bervariasi dan memungkinkan masyarakat membeli harga rokok yang lebih rendah jika harga rokok naik.

“Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan cukai rokok saja belum cukup optimal menurunkan prevalensi merokok. Diperlukan simplifikasi layer cukai hasil tembakau untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam mengurangi konsumsi rokok. Selain itu, simplifikasi pun dapat meningkatkan pendapatan negara”, tutup Aryana.