Sukses

BPOM Sebut Perlu Kolaborasi Kembangkan Vaksin COVID-19 di Negara Anggota OKI

BPOM menyebut perlu ada kolaborasi pengembangan vaksin COVID-19 di negara anggota OKI.

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut perlu ada kolaborasi pengembangan vaksin COVID-19 di negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Kolaborasi diharapkan untuk mempercepat pemenuhan ketersediaan vaksin COVID-19.

Isu kemandirian dan akses terhadap obat dan vaksin saat ini sangat penting. Apalagi di tengah masa pandemi COVID-19 yang telah memengaruhi status kesehatan di 114 negara di seluruh dunia.

Tidak terkecuali negara anggota OKI, dengan jumlah kasus terinfeksi COVID-19 mencapai lebih dari 12.964.809 dan kematian 570.288 orang meninggal dunia.

“Sejalan dengan perkembangan pandemi COVID-19, BPOM memandang perlu adanya koordinasi dan kolaborasi antara regulator (National Medicines Regulatory Authorities/NMRAs) dan industri farmasi negara anggota OKI,"

"Tentunya, dalam rangka pengembangan obat dan vaksin sebagai langkah strategis terhadap upaya penanganan pandemi COVID-19 secara global. Ini juga sebagai langkah nyata mempercepat implementasi Jakarta Deklarasi dan Rencana Aksi NMRAs OKI,” jelas Kepala BPOM RI Penny K Lukito saat sesi Focus Group Discussion Kolaborasi Obat dan Vaksin dalam Perspektif Kerja Sama Negara-Negara OKI, ditulis Minggu (6/9/2020).

Simak Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Berbagi Pengalaman di Bidang Obat dan Vaksin

Sesuai kerangka kerja sama dengan OKI, Indonesia melalui BPOM telah membantu peningkatan kapasitas regulator di negara anggota OKI dalam melakukan pengawasan obat dan makanan, meningkatkan ketersediaan obat dan vaksin, serta mendukung kemandirian dalam produksi dan penyediaannya di negara anggota OKI yang membutuhkan.

Salah satu upaya, yakni Program Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular dalam bentuk sharing knowledge and experience di bidang obat dan vaksin.

Penny melanjutkan, posisi Indonesia sebagai Center of Excellence (CoE) di bidang vaksin dan produk biologi di antara negara anggota OKI memiliki peran kepemimpinan mendorong kerja sama strategis di bidang obat.

Dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com, peran BPOM di negara anggota OKI, khususnya mendukung ketersediaan dan kemandirian (self-reliance) dalam pemenuhan kebutuhan obat dan vaksin yang aman, bermutu, berkhasiat, dan terjangkau bagi negara anggota OKI.

3 dari 3 halaman

Dukung Kemandirian Obat dan Vaksin

FGD diselenggarakan dengan negara-negara OKI juga bertujuan mensosialisasikan kembali hasil pertemuan pertama Kepala Otoritas Regulator Obat Negara Anggota OKI yang telah digelar di Jakarta pada 21-22 November 2018.

Dari pertemuan pertama, dihasilkan dua dokumen penting, yaitu Deklarasi Jakarta dan Rencana Aksi yang berisi  meningkatkan kolaborasi di antara otoritas regulator obat negara anggota OKI. Hal ini mendukung kemandirian obat dan vaksin tahun 2019 sampai 2021.

Hasil pertemuan tersebut juga disahkan lewat pertemuan The Islamic Conference of Health Ministers (ICHM) ke-7 tanggal 15-17 Desember 2019 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab dan diadopsi ke dalam Resolusi No. 4/7-ICHM mengenai Self-Reliance in Supply and Production of Medicines, Vaccines and Medical Technologies.

BPOM telah mengadakan pertemuan koordinasi dengan Tim Sekretariat OKI berupa penjajakan kolaborasi dan kerja sama obat dan vaksin di negara anggota OKI. Koordinasi menyepakati terlaksananya pertemuan teknis NMRAs dan Industri Obat dan Vaksin Negara-Negara OKI dalam bentuk workshop virtual, yaitu agenda pertukaran informasi dan pengalaman terkait kerjasama pengembangan obat dan vaksin.

"Ya, sekaligus pengalaman menghadapi pandemi COVID-19. Kegiatan akan menghadirkan pembicara dari sejumlah negara key players, yakni negara anggota Vaccine Manufacturing Group (VMG) maupun negara yang tengah mengembangkan obat dan vaksin sebagaimana tercantum dalam WHO Landscape of COVID-19 Vaccine Development," tutup Penny.