Liputan6.com, Jakarta Peneliti Rusia akhirnya mempublikasikan hasil studi awal dari vaksin COVID-19 yang sempat mereka klaim ampuh dan aman dalam mencegah penyakit akibat virus SARS-CoV-2 tersebut.
Sebelumnya, vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh para peneliti dari Gamaleya Research Institute of Epidemiology and Microbiology ini mendapat kritik usai pemerintah Rusia mengumumkan bahwa mereka secara resmi akan memberikannya kepada masyarakat luas tanpa tersedianya data lengkap.
Baca Juga
Dalam hasil studi yang dimuat di The Lancet, vaksin yang dijuluki "Sputnik V" ini telah melewati uji klinis tahap 1 dan 2 yang dilakukan pada 76 peserta sehat berusia 18 sampai 60 tahun. Penelitian ini dimulai pada 18 Juni hingga 3 Agustus di dua rumah sakit.
Advertisement
Mengutip Live Science pada Senin (7/9/2020), ada dua bentuk vaksin COVID-19 yang digunakan dalam studi ini, masing-masing terbuat dari adenovirus yang dilemahkan.
Namun, percobaan ini tidak memasukkan kelompok kontrol atau pembanding yang menerima suntikan plasebo. Hal ini disadari oleh para peneliti sebagai batasan dari penelitian.Â
Â
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Efek Samping yang Ditimbulkan
Total, ada 18 relawan yang menerima satu formulasi dan 18 relawan menerima formulasi lainnya. 40 peserta lain mendapatkan keduanya.
"Kedua formulasi vaksin ini aman dan ditoleransi dengan baik," tulis para peneliti dalam ringkasan temuan mereka dikutip dari The Lancet.
Terkait efek samping, beberapa gejala yang paling umum ditemukan adanya nyeri di tempat suntikan, hipertermia atau naiknya suhu tubuh, sakit kepala, astenia (perasaan lelah fisik dan kurang bertenaga), dan nyeri otot serta sendi.
"Kebanyakan efek samping ringan dan tidak ada efek samping serius yang terdeteksi," kata para peneliti. Mereka mengatakan, efek samping ini serupa dengan yang ditimbulkan vaksin adenovirus lain.
Selain itu, semua peserta juga menghasilkan antibodi terhadap glikoprotein SARS-CoV-2.
Advertisement
Masih Membutuhkan Studi Lebih Lanjut
Para peneliti juga mencatat bahwa tingkat antibodi penetral lebih rendah ketimbang yang dilaporkan dari vaksin buatan Oxford atau Moderna. Namun, tingkatnya sebanding dengan jumlah antibodi yang dikembangkan secara alami oleh penyintas COVID-19.
Naor Bar-Zeev, associate professor di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health dan Dr. Tom Inglesby, direktur dari Center for Health Security at the Bloomberg School of Public Health menyatakan dalam ulasannya bahwa hasil ini "menggembirakan namun kecil."
"Imunogenisitas menjadi pertanda baik meskipun tidak ada yang dapat disimpulkan mengenai imunogenisitas pada kelompok usia yang lebih tua dan kemanjuran klinis untuk vaksin COVID-19 apa pun belum ditunjukkan."
Peneliti pun mencatat bahwa masih dibutuhkan studi lebih lanjut terkait efektivitas dari vaksin ini untuk mencegah COVID-19.
"Hasil keamanan hingga saat ini meyakinkan, tetapi penelitian sampai saat ini terlalu kecil untuk melaporkan efek samping serius yang tidak terlalu sering atau jarang terjadi," tulis mereka.