Liputan6.com, Jakarta - Salah satu masalah yang ditimbulkan rokok adalah adanya zat nikotin yang membuat kecanduan. Terkait hal ini, Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari menerangkan tentang siklus adiksi nikotin yang membuat orang ketagihan merokok.
“Ketika seseorang merokok, nikotinnya terserap dalam aliran darah kemudian dibawa ke otak. Ketika otak menerima nikotin, secara otomatis otak melepaskan dopamine,” kata Lisda dalam webinar Kemen PPPA, ditulis pada Selasa (22/9/2020).
Baca Juga
Dopamine adalah zat di otak yang memberikan rasa nyaman, bahagia, tenang. Zat tersebut lah yang membuat seseorang yang sedang merokok merasakan kenyamanan atau kenikmatan.
Advertisement
“Padahal, dopamine itu bisa membanjiri otak kita dan memberikan rasa bahagia bukan hanya karena nikotin. Misal ketika kita bertemu dengan orang yang kita sayang, melakukan hobi, memakan makanan favorit juga dapat memicu produksi dopamine di otak.”
Masalahnya, kalau dopamine keluar karena dipicu oleh nikotin maka jika nikotin yang masuk ke otak kurang, dopamine pun akan berkurang. Orang yang membutuhkan dopamine untuk merasa rileks dan senang akan mencari rokok agar merasa rileks lagi.
Hal ini terjadi terus-menerus dan membuat kecanduan karena rokok dianggap sebagai sumber kebahagiaan. Jika tidak merokok, dopamine tidak keluar dan orang tersebut akan merasa suntuk dan tidak bahagia.
Simak Video Berikut Ini:
Dampak Setelah 5-15 Tahun
Lisda juga menyampaikan terkait dampak rokok yang baru bisa dirasakan setelah 5 sampai 15 tahun. Karenanya, banyak perokok yang menganggap dampak tersebut sepele.
“Satu hal lagi yang jadi perhatian kita adalah dampak konsumsi rokok itu baru akan dirasakan setelah 5 sampai 15 tahun. Sering sekali perokok menganggap remeh dampaknya.”
Ia juga mengambil contoh kasus seorang anak muda yang meninggal akibat rokok. Di usia 25, pemuda bernama Robby itu harus kehilangan suaranya akibat rokok, padahal ia adalah seorang penyanyi.
“Dia cerita, dulu dia merokok sejak kelas 6 SD sekitar usia 12 tahun, awalnya coba-coba, tapi pada usia 22 ia terserang kanker leher, pita suaranya diangkat, dan dia bilang tadinya tidak percaya kalau rokok menyebabkan kematian.”
Pada 2017, Robby meninggal dunia di usia 27. Sebelum meninggal, pemuda ini berjuang untuk mengingatkan bahwa rokok sangat berbahaya melalui kampanye-kampanye, testimoni, dan mengajak orang untuk berhenti merokok.
Melalui cerita nyata Robby, Lisda mengajak para pemuda dan perokok untuk menghentikan konsumsi rokoknya secepat mungkin.
Advertisement