Sukses

Pengembangan Vaksin COVID-19 Butuh Proses Panjang, Simak Alurnya

Pengembangan vaksin COVID-19 membutuhkan proses panjang, simak alurnya.

Liputan6.com, Jakarta Pengembangan vaksin COVID-19 membutuhkan waktu yang lama dan proses panjang. Alur pengembangan vaksin pun dimulai penelitian dasar sampai memasuki uji klinis yang diuji coba pada manusia (partisipan/relawan).

"Kami ingin menyampaikan tentang alur pengembangan vaksin COVID-19, agar kita semuanya paham tentang proses tersebut," terang Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito saat konferensi pers di Kantor Presiden,  Jakarta, Selasa (6/10/2020).

"Vaksin COVID-19 yang nantinya akan masuk ke Indonesia harus dipastikan secara data dan penelitian aman bagi masyarakat. Karena vaksin ini akan disuntikkan ke jutaan orang yang sehat. Pengembangan vaksin umumnya membutuhkan waktu dan proses yang cukup panjang."

Alur pengembangan vaksin COVID-19, sebagai berikut:

Pertama, penelitian dasar, yang mana ilmuwan menelusuri mekanisme potensial berdasarkan ilmu sains biomedis.

Kedua, vaksin akan dibuat dalam jumlah terbatas untuk bisa memasuki uji praklinik dan uji klinis fase 1, 2, dan 3.

Ketiga, setelah penelitian dasar, vaksin akan memasuki tahap uji praklinis. Pada uji praklinis, studi sel di laboratorium dan hewan.

"Ini dinamakan studi in vitro (sel, jaringan) dan in vivo (uji efek organisme) untuk mengetahui keamanan vaksin COVID-19 digunakan pada manusia," tambah Wiku.

 

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 4 halaman

Uji Klinis Fase 1, 2, dan 3

Keempat, vaksin akan memasuki uji klinik fase pertama, yang mana vaksin akan diberikan kepada sekelompok kecil orang.

"Ini untuk melihat respons imun dan kekebalan. Pada uji klinis fase ini, jumlah sampel kurang dari 100 orang," ujar Wiku.

Tujuan uji klinis fase pertama untuk memastikan keamanan pada manusia, menilai farmakokinetik (pengaruh vaksin terhadap manusia) dan farmakoidinamik (manusia terpengaruh vaksin), serta menentukan rentang dosis aman.

Kelima, uji klinis fase dua, vaksin diberikan kepada ratusan orang (sampel minimal 100 sampai 500 orang), sehingga para ilmuwan dapat mempelajari lebih lanjut tentang keamanan dan dosis yang tepat.

Pada uji klinis fase dua, akan menilai efektivitas, rentang dosis, frekuensi pemberian dosis optimal, dan efek samping jangka pendek.

Keenam, uji klinis fase tiga, vaksin diberikan kepada ribuan orang (sampel minimal 1.000 sampai 5.000 orang) untuk memastikan keamanannya, termasuk efek samping yang jarang terjadi dan keefektifannya.

"Uji coba ini melibatkan kelompok kontrol yang diberi plasebo. Artinya, kelompok kontrol adalah masyarakat yang disuntik, tapi tidak dengan vaksin," Wiku menerangkan.

"Melalui proses uji klinis ini, ilmuwan dapat mengetahui, apakah vaksin akan menimbulkan efek samping atau tidak. Ya, mengingat belum ada vaksin COVID-19 yang sudah lulus uji klinis fase tiga sampai dengan sekarang."

 

3 dari 4 halaman

Persetujuan Lembaga

Ketujuh, persetujuan dari lembaga pengawas obat dan makanan serta kesehatan.

Kedelapan, pembuatan vaksin dalam jumlah besar, yang akan siap disuntikkan kepada jutaan warga.

"Melihat adanya proses pengembangan vaksin, kewaspadaan dan monitoring terhadap keamanan vaksin tetap harus dilakukan," tutup Wiku.

 

4 dari 4 halaman

Infografis Sputnik V, Vaksin Covid-19 Pertama Dunia?