Liputan6.com, Jakarta Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengaku sangat prihatin melihat banyaknya anggota masyarakat yang secara sengaja menciptakan kerumunan tanpa mengindahkan protokol kesehatan.
Pasalnya, tindakan tersebut bukan hanya membahayakan keselamatan pribadi, tetapi juga keluarganya, dan menambah beban tugas dokter serta petugas medis.
Baca Juga
"Saya bukan hanya prihatin, tetapi sangat prihatin melihat anggota masyarakat yang secara sengaja menciptakan kerumunan. Tindakan mereka itu bukan hanya membahayakan diri mereka sendiri, tetapi juga keluarga mereka apabila ada anggota keluarganya yang memiliki penyakit penyerta. Lebih dari itu, tindakan mereka menambah beban berat yang sudah dipikul para dokter dan petugas kesehatan," ujar Doni mengenai maraknya aksi unjuk rasa yang tidak memperhatikan protokol kesehatan, Senin (12/10) di Gedung BNPB Jakarta seperti dikutip dari keterangan pers.
Advertisement
Ketua Satgas COVID-19 itu kembali mengingatkan, infeksi virus SARS-CoV-2 berbeda dengan flu burung dan flu babi. Kedua flu tersebut disebarkan oleh hewan, sedangkan COVID-19 oleh manusia.
Masyarakat yang secara sengaja berkumpul dan tidak mengindahkan protokol kesehatan akan meningkatkan potensi penularan. Ketika orang yang tertular itu kemudian kembali ke rumahnya, maka besar kemungkinan anggota keluarganya akan tertular, apalagi jika mereka memiliki penyakit penyerta.
"Dari data kematian akibat COVID-19 yang ada, sekitar 85 persen disebabkan karena mereka memiliki penyakit penyerta. Sayangilah diri kita dan juga keluarga tercinta kita," kata Doni.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Â
Â
Simak Video Berikut Ini:
Dialog Lebih Baik dari Unjuk Rasa
Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto yang hadir bersama Wakil Ketua Pelaksana Komite KSAD Jenderal Andika Perkasa dan Wakapolri Komisaris Jenderal Gatot Edy Pramono mengimbau masyarakat untuk menyampaikan aspirasi melalui saluran yang ada. Menurutnya, cara berdialog dan berdiskusi jauh lebih efektif dari unjuk rasa.
"Kalau tidak mau berdiskusi bisa mengajukan uji materi melalui Mahkamah Konstitusi. Banyak saluran yang bisa dipergunakan dan lebih aman di tengah pandemi yang masih berlangsung," kata Airlangga.
Ia menambahkan, sesuai dengan namanya, Undang-Undang Cipta Kerja ditujukan untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Di tengah wabah COVID-19 sekarang ini, jumlah anggota masyarakat yang membutuhkan pekerjaan meningkat 3,5 juta orang.
Guna menyediakan lapangan kerja dengan jumlah yang besar seperti yang diharapkan masyarakat, maka pemerintah mengeluarkan undang-undang untuk menarik investasi lebih banyak lagi.
Airlangga tidak menutup mata, ada kelompok yang mencoba memelencengkan tujuan dari UU tersebut. Isu yang diembuskan, UU itu tidak berpihak kepada buruh, anti lingkungan, dan tidak berpihak kepada masyarakat.
"Padahal UU ini justru memberi kemudahan kepada masyarakat untuk memulai usaha dan dengan itu menciptakan lapangan pekerjaan," pungkasnya.
Advertisement