Liputan6.com, Jakarta World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa hingga saat ini, dexamethasone masih menjadi satu-satunya obat yang efektif dalam terapi pengobatan pasien COVID-19 bergejala parah.
Pernyataan ini disampaikan oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada konferensi pers Jumat pekan lalu.
Baca Juga
Tedros mengatakan, enam bulan yang lalu WHO meluncurkan Solidarity Trial untuk mengevaluasi efektivitas empat obat dalam pengobatan pasien COVID-19. Penelitian terkontrol acak ini melibatkan hampir 13 ribu pasien di 500 rumah sakit di 30 negara.
Advertisement
Dikutip dari laman resminya pada Senin (19/10/2020), WHO pada Juni lalu menyatakan penghentian pada kelompok penelitian hidroksiklorokuin. Lalu pada Juli, mereka menyatakan bahwa tidak lagi melibatkan pasien untuk menerima kombinasi lopinavir dan ritonavir.
"Hasil sementara dari uji coba sekarang menunjukkan bahwa dua obat lain dalam uji coba, remdesivir dan interferon, memiliki sedikit atau tidak berefek dalam mencegah kematian akibat COVID-19 atau mengurangi waktu di rumah sakit," kata Tedros.
Lebih lanjut, Tedros berharap agar hasil lengkap dari penelitian tersebut segera dipublikasikan di jurnal ilmiah terkemuka.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Â
Â
Â
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Penelitian Lain Masih Berlangsung
"Solidarity Trial masih merekrut sekitar 2 ribu pasien setiap bulan dan akan menilai pengobatan lain, termasuk antibodi monoklonal dan antivirus baru," kata Tedros.
"Untuk saat ini, kortikosteroid dexamethasone masih menjadi satu-satunya terapi yang terbukti efektif untuk melawan COVID-19, pada pasien dengan penyakit parah," tambahnya.
Ia juga mengucapkan terima kasihnya kepada semua pasien dan dokter yang telah berpartisipasi dalam penelitian besar tersebut, serta negara dan rumah sakit yang menanggung biaya uji coba. Selain itu, penelitian lain juga masih dilanjutkan.
"Masih banyak uji coba terapeutik lain yang sedang berlangsung yang diidentifikasi melalui Research and Development Roadmap untuk COVID-19," ungkap Tedros.
Pada kesempatan itu, ia juga menyambut baik upaya perluasan akses ke tes, perawatan, dan vaksin COVID-19 seperti yang proposal yang diajukan Afrika Selatan dan India baru-baru ini kepada World Trade Organization, untuk mencabut hak paten produk medis untuk COVID-19 hingga pandemi berakhir.
"Mengakhiri pandemi dimulai dengan kolaborasi dan berbagi di semua tingkatan sebagai komunitas global. Ini termasuk berbagi data, pengetahuan, dan kekayaan intelektual untuk produk kesehatan vital yang menyelamatkan nyawa."
Advertisement