Sukses

Indonesia Bisa Gunakan Hasil Uji Klinis Vaksin COVID-19 di Negara Lain Sebagai Dasar EUA

Banyak yang bertanya apakah hasil uji klinis yang dilakukan di negara lain dapat dijadikan dasar untuk Pemerintah Indonesia mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta Banyak yang bertanya apakah hasil uji klinis vaksin yang dilakukan di negara lain dapat dijadikan dasar untuk Pemerintah Indonesia mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin COVID-19.

Anggota Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional dari ITAGI Prof Dr dr Soedjatmiko, Sp.A(K) menjelaskan, banyak vaksin yang dipakai puluhan tahun di berbagai negara dengan hanya melakukan uji klinis fase 1 hingga 3 di satu negara saja, tetapi kemudian digunakan di banyak negara. Hasilnya tetap aman dan efektivitasnya sama.

"Vaksin yang diproduksi oleh Bio Farma semenjak tahun 1980, uji kliniknya dilakukan di Indonesia, tetapi hingga saat ini vaksin tersebut telah dipakai oleh masyarakat dunia di lebih dari 130 negara, hasilnya tetap aman dan efektif," jelas Soedjatmiko.

Dalam kesempatan berbeda, Direktur Registrasi Obat BPOM, Dr. Lucia Rizka Andalusia, Apt, M.Pharm, MARS pernah menjelaskan bahwa hasil uji klinis vaksin dari negara lain bisa digunakan sebagai dasar pendaftaran vaksin di Indonesia.

"Pada prinsipnya, suatu pendaftaran vaksin atau obat tidak harus dilakukan di negara atau tempat, di mana uji klinis dilakukan. Jadi, bila tidak dilakukan di Indonesia pun, dapat mengambil data dari hasil uji coba di negara lain untuk didaftarkan di Indonesia. Tapi, kalau dilakukan di negara tersebut akan lebih baik juga," jelasnya.

Selain itu, banyak vaksin yang telah lama digunakan di rumah sakit swasta di Indonesia yang diimpor dari Prancis, Belgia, dan Amerika dan tidak pernah diuji klinis di Indonesia. Uji klinis vaksin di masing-masing negara pengekspor dipercaya telah sesuai prosedur dan diawasi oleh badan pengawas di negara masing-masing.

 

Saksikan juga video menarik berikut ini:

2 dari 3 halaman

Tetap Dikaji oleh BPOM dan Komnas Obat

Meski demikian, vaksin-vaksin yang diimpor tersebut tetap melalui proses kajian oleh BPOM dan pihak terkait.

"Ketika masuk ke Indonesia, vaksin-vaksin impor juga dikaji ulang oleh BPOM bersama Komnas Obat dan organisasi profesi. Terbukti vaksin-vaksin yang sudah lama dipakai di Indonesia tidak dilakukan uji klinis di Indonesia tetap hasilnya aman dan efektif," Soedjatmiko menjelaskan.

Menurutnya, umumnya vaksin tidak dipengaruhi oleh faktor ras. Namun, untuk membuktikan ras tidak berpengaruh pada efektivitas vaksin, vaksin Sinovac diuji klinis di Indonesia, serta Brasil dengan melibatkan 8.000 orang dewasa, Turki dengan 13.000 orang dewasa, lalu Chili dan Bangladesh, masing-masing melibatkan 4.000 orang dewasa.

Soedjatmiko menambahkan, persetujuan edar sebuah vaksin di Indonesia merupakan wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Komite Nasional Penilai Obat Jadi/Vaksin dengan sebelumnya melakukan kajian mendalam laporan proses dan hasil uji klinis vaksin.

"Persetujuan edar harus dari BPOM dan lembaga terkait lainnya, peran WHO di sini hanya mengaudit proses dan kualitas," tutup Soedjatmiko.

Saat ini, kandidat vaksin COVID-19 dari Sinovac, Tiongkok telah memasuki uji klinis tahap 3. Bertempat di Bandung, uji klinis tersebut melibatkan 1.620 subjek.

Sementara itu, vaksin COVID-19 Sinovac yang diujikan di Brazil dikabarkan telah terbukti keamanannya setelah ribuan orang menerima dua dosis suntikan. Uji klinis tahap 3 di Brasil juga diperkirakan akan segera selesai dan laporan resminya segera dikeluarkan.

3 dari 3 halaman

Infografis Penerima Vaksin COVID-19