Sukses

Kunci Sukses Taiwan 200 Hari Nol Kasus COVID-19

Kasus impor memang ada tapi tidak ada penularan lokal COVID-19 di Taiwan dalam 200 hari terakhir.

Liputan6.com, Taiwan - Beberapa negera di dunia mengalami kenaikan kasus COVID-19 tapi Taiwan menunjukkan hal berbeda. Hingga Kamis kemarin, tidak ada kasus baru lokal selama 200 hari berturut-turut di Taiwan.

Kerja keras Taiwan dalam menekan angka kasus COVID-19 di negaranya pun mendapat pujian dari banyak ahli. "Taiwan adalah satu-satunya negara yang sejauh ini mampu mengontrol penularan COVID-19 di masyarakatnya," kata profesor di bindang penyakit infeksi daru Australian National University Medical School, Peter Collignon mengutip Time, Jumat, (30/10/2020).

Menurut Peter, hal ini amat mengesankan mengingat populasi Taiawn sama seperti Australia. Lalu, masyarakatnya pun tinggal berdekat-dekatan yakni sebagian besar di apartemen.

Meski tidak ada penularan lokal, Taiwan masih mencatat ada kasus impor dalam dua pekan terakhir. Kebanyakan datang dari orang-orang yang baru dari Filipina dan indonesia.

Lalu, apa yang Taiwan lakukan sehingga bisa kasus penularan COVID-19 lokal tetap nol? "Hal yang bisa negara-negara lain yang masih mengalami lonjakan kasus infeksi dari Taiwan adalah melakukan pelacakan kontak di sekitar orang-orang yang positif. Lalu mengkaratina mereka yang telah kontak dengan pasien positif COVID-19," kata mantan wakil presiden Taiwan yang juga epidemiolog, Chen Chien-jen.

Berikut langkah Taiwan menjaga agar penularan COVID-19 di dalam masyarakat lokal tetap nol mengutip Time:

- Pengontrolan ketat di perbatasan

Penanganan tegas sejak awal kasus COVID-19 menjadi salah satu kunci Taiwan mengontrol penyebaran penyakit ini. Pengontrolan ketat orang yang masuk ke negara ini pun masih terjadi hingga saat ini.

"Keberhasilan Taiwan yang berkelanjutan hingga sekarang karena menegakkan kontrol ketat di perbatasan," kata Director Stanford University's Center for Policy, Outcomes and Prevention, Jason Wang.

Taiwan bergerak cepat di awal kasus dengan menutup pintu masuk perbatasan diantaraya menghentikan penerbangan dari Wuhan (kota pertama di China awal kasus COVID-19).

Kontrol ketat lainnya menurut Wang adalah Taiwan menanyakan gejala para pendatang yang masuk ke negaranya. Lalu, meminta melakukan karantina selama 14 hari bila masuk Taiwan, keberadaan mereka juga dilacak secara digital dari sinyal ponsel. Dengan cara ini pemerintah Taiwan tahu mana yang patuh dan mana tidak melakukan karantina.

 

2 dari 5 halaman

Distribusi Masker

Keputusan mendistribusikan masker dari pusat punya peran penting dalam kesuksesan Taiwan mengontrol penyebaran virus SARS-CoV-2. Pemerintah Taiwan pada awal pandemi melarang ekspor masker dan menimbunnya lalu mendistribusikannya ke masyarakat.

Kemudian, dalam empat bulan perusahaan masker di sana meningkatkan produksi dari dua juta menjadi 20 juta masker per hari. Sehingga kebutuhan masker dalam negeri terus terpenuhi.

 

3 dari 5 halaman

Pelacakan Kontak (Contact Tracing) Agresif

Pelacakan kontak pada orang yang sudah positif COVID-19 di Taiwan begitu agresif. Ketika ada satu orang yang positif COVID-19, pemerintah di sana melakukan pelacakan kontak hingga puluhan orang.

Bahkan, ada salah satu kasus ketika pekerja di sebuah klub di Taipei positif COVID-19 hasil pelacakan meminta sekitar 150 orang melakukan tes dan karantina meski hasil negatif.

Sejauh ini sudah 340 ribu orang menjalani karantina mandiri di rumah dan ada sekitar seribu orang didenda karena tidak patuh.

"Selama 14 hari, 340 ribu orang ini berkorban untuk menjalani karantian demi keselamatan 23 juta penduduk lainnya," kata Chen.

 

4 dari 5 halaman

Pengalaman Hadapi SARS

Pengalaman di masa lalu yakni memerangi SARS di 2003 membuat negara ini memiliki jaringan tanggap darurat penyakit menular. Lalu, wabah lain seperti flu burung dan influenza H1N1 juga pernah mendera negara ini. Kondisi tersebut, membuat warganya sadar mengenai upaya melawan penyakit infeksi yakni dengan mencuci tangan dan memakai masker.

5 dari 5 halaman

Infografis Tips Libur Panjang Bebas Covid-19