Sukses

Turunkan Prevalensi Perokok Anak, Pemerintah Mesti Perkuat Regulasi Tembakau

Pemerintah pun didesak untuk menyelesaikan revisi PP 109 tahun 2012, yang merupakan salah satu cara untuk menurunkan prevalensi perokok anak di Indonesia

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah didesak untuk memperkuat regulasi tembakau dengan lebih kuat dan tegas melalui revisi revisi Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Hal ini juga untuk menurunkan prevalensi perokok pada anak.

"Sangat mustahil menurunkan prevalensi perokok anak bila tidak ada komitmen Pemerintah membuat regulasi tembakau yang kuat dan tegas," kata Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak dalam pesan tertulisnya.

Hal itu disampaikan Lisda terkait aksi damai dan somasi yang disampaikan Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (KOMPAK) kepada Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pada Kamis (12/11/2020).

Lisda mengatakan bahwa Bappenas memproyeksikan, prevalensi perokok anak usia 10 hingga 18 tahun akan meningkat menjadi 16 persen pada 2030 jika tidak ada upaya dan komitmen kuat dari seluruh sektor.

"Disinilah urgensi mengapa revisi PP 109/2012 sangat penting untuk melindungi anak," kata Lisda yang juga juru bicara KOMPAK tersebut.

Lisda mengatakan, salah satu aturan penting dalam revisi PP 109/2012 adalah pelarangan total iklan dan promosi rokok.

Menurut Lisda, selama ini industri rokok menggunakan strategi iklan, promosi dan sponsor yang masif untuk membidik anak muda sebagai target pasar guna mendapatkan perokok pengganti yang akan menjamin keberlangsungan bisnisnya.

 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

2 dari 3 halaman

Didesak Revisi PP 109 tahun 2012

Dalam aksi yang juga diselenggarakan secara virtual tersebut, salah satu orator, Najmi Barizan dari Aliansi Organisasi Mahasiswa Kesehatan Indonesia (AOMKI), mengatakan bahwa keberadaan iklan rokok secara bebas merupakan gerbang menuju konsumsi rokok.

"Gerbang emas menuju rokok adalah bagaimana, iklan-iklan ini terpampang di jalanan secara bebasnya, terpampang di warung-warung secara masifnya, bahkan di samping sekolahan, dan dimana kemudian, iklan-iklan ini masuk ke dalam rumah-rumah kita," kata Najmi.

Najmi juga mengatakan, lemahnya regulasi juga membuat peningkatan jumlah konsumsi rokok. Ia juga membantah bahwa revisi PP 109/2012 akan mengancam mata pencaharian.

"Apa yang didapatkan buruh, apa yang didapatkan petani hari ini, tidak setimpal dengan apa yang mereka kerahkan dengan tenaganya, apa yang mereka kerahkan secara mental, yang mereka dapatkan hanya remah-remah dari para pemodal, tidak lebih," ujarnya berapi-api.

Maka dari itu, pemerintah pun didesak untuk segera menyelesaikan revisi PP 109/2012, melalui surat somasi yang disampaikan langsung oleh perwakilan KOMPAK ke Kantor Kementerian Kesehatan di Jakarta.

KOMPAK juga meminta agar Kemenkes merespon Surat Peringatan Somasi 1 dalam jangka waktu 14 x 24 jam terhitung sejak surat somasi ini diterima.

"Jika tidak diindahkan, maka SAPTA sudah menyiapkan langkah lanjutan yakni mengajukan pelaporan kepada Ombudsman Republik Indonesia," kata Ari Subagio, juru bicara Solidaritas Advokad Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia (SAPTA).

3 dari 3 halaman

Infografis Pro-Kontra Larangan Iklan Rokok di Internet