Sukses

Negara Lain Sudah Gelombang Kedua, Puncak Kasus COVID-19 di Indonesia Dinilai Masih Jauh

Pakar kesehatan masyarakat melihat, kasus COVID-19 Indonesia saat ini masih belum bisa disebut terkendali, bahkan masih jauh dari puncak gelombang pertama

Liputan6.com, Jakarta Masyarakat Indonesia diperingatkan akan adanya fenomena gelombang kedua dari pandemi COVID-19, hal ini mengingat adanya beberapa negara yang melaporkan lonjakan kasus infeksi virus corona.

"Di banyak belahan dunia saat ini, kasus COVID-19 menurun dan di saat bersamaan, ada yang mengalami lonjakan bahkan muncul fenomena second wave (gelombang kedua)," kata Juru Bicara dan Koordinator Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito.

Dalam konferensi pers dari Graha BNPB pada Kamis, 12 November 2020, Wiku mengatakan bahwa lonjakan kasus merefleksikan kenaikan kasus aktif atau orang yang sakit, baik diisolasi atau dirawat akibat COVID-19.

Pakar kesehatan masyarakat Hermawan Saputra mengatakan, Indonesia hingga saat ini sesungguhnya belum melewati puncak kasus COVID-19 itu sendiri.

"Kita dapat menyatakan sudah melewati gelombang pertama, bila kasusnya sudah terkendali minimal dalam 14 hari betul-betul terjadi perlambatan secara signifikan," kata Hermawan pada Health Liputan6.com via sambungan telepon.

Hermawan mengatakan, gelombang suatu wabah juga bisa dikatakan terlewati apabila dalam dua pekan tersebut, kapasitas pemeriksaan tetap, namun penemuan kasus menurun.

"Di kita, lembah menanjak itu masih jauh dikatakan puncaknya," ujarnya.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

2 dari 3 halaman

Masih Berselancar di Gelombang Besar

Hermawan mencontohkan, beberapa negara Eropa seperti Spanyol, Prancis, Italia, dan Inggris, baru mengalami gelombang kedua setelah sebelumnya berhasil mengendalikan kasus COVID-19 saat karantina wilayah.

Gelombang kedua yang lebih besar, diungkapkan Hermawan, terjadi di India. Sempat beberapa kali lockdown, namun faktor sosial pada masyarakatnya yang dinilai "mirip-mirip di Indonesia" membuat lonjakan kasus jauh lebih tinggi usai pembukaan kembali.

"Makanya gelombang kedua di India terjadi setelah kasus terkontrol, tetapi malah jauh lebih besar. Sementara di Eropa sejauh ini, gelombang keduanya lebih kecil, di kita belum ada gelombang kedua, jadi masih berselancar di atas gelombang pertama. Jadi garis pantainya jauh, gelombangnya besar juga."

Menurut Hermawan, kapasitas pemeriksaan COVID-19 yang terbatas membuat rendahnya temuan kasus. Hal ini memunculkan anggapan bahwa kasus di Indonesia terbilang stabil.

"Setiap hari kan ada pengumuman oleh Satgas, di situ ada pemeriksaan spesimen, itu fluktuatif. Sekarang di atas 40 ribuan, tetapi sempat 25 ribuan, jadi fluktuasi kapasitas testing itu menyebabkan fluktuasi kasus temuan," katanya.

"Jadi di kita belum bisa dikatakan kalau kasusnya terkendali. Masih jauh."

Ia menambahkan, adanya pengumpulan massa yang kerap terjadi akhir-akhir ini: demonstrasi Undang-Undang Cipta Kerja, Pilkada, penjemputan seorang tokoh dari luar negeri, serta cuti bersama liburan panjang, dinilai berisiko memunculkan lonjakan kasus COVID-19.

3 dari 3 halaman

Infografis Jangan Sampai Ada Gelombang Kedua Covid-19