Liputan6.com, Jakarta Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit yang ditandai sesak napas dan keterbatasan aliran udara umumnya penyakit ini dapat dicegah dan diobati.
Menurut dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi (paru) dari RSUP Persahabatan Budhi Antariksa, PPOK adalah penyakit kronik sebagai penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia.
Baca Juga
“Dan merupakan penyebab keempat kematian terbanyak di dunia,” ujar Budhi dalam webinar Kalbe, Rabu (18/11/2020).
Advertisement
Penurunan fungsi paru akibat PPOK akan lebih parah pada perokok ketimbang bukan perokok. Bahkan, penurunan fungsi paru pada perokok dapat berujung pada disabilitas. Seseorang tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri dan tergantung sepenuhnya pada bantuan oksigen.
“Biasanya hidupnya di atas kursi roda, pakai tabung oksigen ini akan beda sekali bagi orang yang tidak merokok.”
Artinya, lanjut Budhi, orang yang merokok penurunan fungsi parunya dapat mencapai 3 kali lipat per tahun ketimbang penurunan fungsi paru pada bukan perokok.
“Untuk orang yang tidak merokok penurunan fungsi parunya sekitar 10 sampai 30 ml. Sedangkan pada orang yang merokok penurunannya bisa 50 sampai 80 ml per tahun.”
Simak Video Berikut Ini:
Biaya Pengobatan Mahal
Dari tahun ke tahun PPOK menjadi penyakit dengan tingkat kematian yang semakin naik jika dibandingkan penyakit koroner, stroke, dan kardiovaskular lainnya.
“Di 2020 ini PPOK diprediksi menempati posisi ketiga tertinggi sebagai penyakit kronik penyebab kematian.”
Dari segi pembiayaan, PPOK menjadi penyakit kronik dengan pembiayaan termahal jika dibandingkan dengan serangan jantung dan arthritis. Hal ini disebabkan obat-obatan yang harus dikonsumsi terus menerus di sisi lain tubuh akan sangat terbatas dan tidak mampu melakukan pekerjaan.
“Untuk angka kesembuhannya jarang sekali, artinya kita hanya bisa berhenti merokok agar penurunan fungsi parunya tidak lebih curam lagi. Untuk obat-obatannya, itu ada obat semprot yang bisa menghabiskan antara Rp 600.000 hingga Rp 1 juta untuk satu bulan secara rutin.”
Selain obat pokok yang mahal, kondisi pasien juga bisa kembali memburuk dan mengharuskannya kembali dirawat dan akan menguras biaya.
“Untuk pembiayaan PPOK memang besar sekali,” pungkasnya.
Advertisement