Liputan6.com, Jakarta Upaya pembuatan dan pengadaan vaksin Merah Putih tak hanya soal dana triliunan yang dibutukan, tapi juga kemandirian dan kedaulatan nasional. Dalam hitungan perkiraan, untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) terhadap COVID-19 dibutuhkan sekitar 360 juta dosis vaksin.
Jika seluruh masyarakat Indonesia disuntikkan vaksin Merah Putih sebanyak dua kali, maka dibutuhkan sekitar 540 juta dosis vaksin. Jumlah dosis vaksin tersebut akan mengeluarkan biaya pengadaan yang sangat besar mencapai triliunan rupiah.
Advertisement
"Vaksin Merah Putih menjadi sangat strategis dan penting. Tidak hanya menyangkut uang triliunan untuk kebutuhan jutaan orang," Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kemenristek/BRIN Ali Ghufron Mukti dalam dialog virtual Vaksin dan Pembangunan Kesehatan Indonesia, Rabu (18/11/2020).
"Soalnya minimal 2 suntikan, kita butuh 540 juta dosis vaksin. Ya, kita memang bicara banyak jumlah dosis vaksin. Dan itu tidak hanya persoalan jumlah uang dan anggaran triliunan, tapi kemandirian dan kedaulaan nasional."
Senada dengan Ali, Deputi Fundamental Research Eijkman Institute Herawati Sudoyo-Supolo mengatakan, vaksin Merah Putih diyakini memberikan kedaulatan nasional. Bahwa Indonesia bisa mandiri pengadaan vaksin COVID-19 dan didukung sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni.
"Mengenai vaksin di Indonesia, terutama vaksin Merah Putih, menurut kami akan memberikan kemandirian dan kedaulatan nasional," ucap Herawati.
Â
Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Vaksin Merah Putih, Bukti Kemampuan Indonesia Berinovasi
Ali menambahkan, upaya pembuatan vaksin Merah Putih juga sebagai bukti Indonesia mampu mengembangkan teknologi dan inovasi. Apalagi Indonesia melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dipandang dunia sebagai salah satu negara rujukan untuk vaksin.
"Indonesia ini kan sudah mengekspor vaksin ke 140 negara di dunia. Kemudian kita (melalui BPOM) termasuk negara yang menjadi standar atau rujukan vaksin, khususnya di negara OKI (Organisasi Kerjasama Islam), sehingga kita mampu buat vaksin COVID-19," tambahnya.
"Jadi, kami ingin Indonesia itu mandiri, yang membuktikan kedaulatan dan kemandirian bangsa di dalam mengembangkan teknologi. Kalau Indonesia agak maju, kita tidak hanya sekadar sebagai trader atau pedagang yang mengimpor, beli barang, kemudian dijual lagi dengan tambahan profit. Tapi kita harus mampu berinovasi dan memiliki nilai tambah, termasuk (pengembangan) vaksin."
Pembuatan vaksin Merah Putih yang dipimpin Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menggunakan platform protein rekombinan. LBM Eijkman mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, terutama teknologi biologi molekuler untuk vaksin Merah Putih.
"Pengembangan dari ilmu pengetahuan ini, kamu upayakan harus diterapkan dan bagaimana berperan dalam pengembangan vaksin yang cepat dan aman buat para tenaga laboratorium dan juga memberikan data yang akurat kepada pemerintah," terang Herawati.
Advertisement