Liputan6.com, Jakarta Untuk menggencarkan penemuan kasus COVID-19, Pemerintah terus melakukan upaya pemeriksaan (testing) atau tes COVID-19. Lantas seberapa sering kita harus melakukan testing?
Kepala Subbidang Tracking Satuan Tugas COVID-19 Kusmedi Priharto menerangkan, intensitas atau frekuensi testing tergantung dari sisi profesi sebagai tenaga medis dan kesehatan maupun masyarakat.
Advertisement
Baca Juga
"Sebenarnya kalau di institusi kesehatan ya di rumah sakit, sebaiknya seorang dokter ataupun paramedis yang ada di sana, minimal 2 minggu sekali dia melakukan tes COVID-19 atau seminggu sekali. Itu secara protokol dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah dianjurkan," terang Kusmedi saat dialog di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Selasa (24/11/2020).
"Bahwa tenaga kesehatan harus selalu testing, bergejala ataupun tidak gejala. Nah, itu saja kata-katanya sudah menjadi menjelaskan bahwa penyakit ini kadang-kadang susah ditebak gejalanya, maka testing-lah supaya kamu tahu, kamu terjangkit COVID-19 atau tidak."
Â
Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Jika Merasa Diri Tidak Enak, Segera ke Puskesmas
Bagi masyarakat, tes COVID-19 dapat dilakukan dengan kesadaran pribadi. Apalagi jika merasa Anda terlibat dalam kerumunan, berada di tempat umum yang cukup banyak orang atau berinteraksi dengan orang lain yang tidak mematuhi protokol kesehatan.
"Kalau kita merasa diri sendiri enggak enak, Saya anjurkan langsung datanglah ke puskesmas terdekat. Sehingga tenaga kesehatan di puskesmas bisa memeriksa," lanjut Kusmedi.
Kalau memang diperlukan, pasien harus dilakukan tes COVID-19, maka dilakukan tes COVID-19. Saya rasa puskesmas tidak berani bermacam-macam dengan hal tersebut."
Untuk tes COVID-19 hasil pelacakan kontak (tracing), masyarakat tak perlu cemas. Pemerintah sudah menyediakan tes COVID-19 secara gratis.
"Hanya kadang-kadang ada orang yang kepengen ditesting di tempat-tempat dengan pelayanan yang lebih dan sebagainya. Padahal, kalau kita betul betul memang ada gejala COVID-19, di puskesmas juga bisa tes gratis," imbuh Kusmedi.
Advertisement
Tes COVID-19 dari Hasil Tracing
Pemeriksaan testing pun dapat diawali dengan pelacakan kontak (tracing) dan kontak erat terhadap siapa saja yang kira-kira terpapar COVID-19, terutama saat seseorang dinyatakan positif COVID-19.Â
"Testing bisa diawali dari tracking dengan mencari orang-orang yang positif atau orang-orang yang kontak dengan orang yang positif, sehingga kita bisa mendapatkan hasil, apakah dia positif atau negatif," kata Kusmedi.
"Kalau positif COVID-19, dia harus dikarantina atau diisolasi. Ya, bisa isolasi mandiri atau isolasi yang disediakan oleh pemerintah. Kalau gejalanya cukup berat, maka dia dibawa ke rumah sakit."
Kusmedi menekankan, tim di lapangan mencoba menemukan orang-orang yang ditracing dalam posisi masih gejala ringan dan Orang Tanpa Gejala (OTG). Kemudian mereka bisa disembuhkan. Bahkan penyembuhan kemungkinan tidak dengan obat medis, melainkan menggunakan istirahat yang cukup.
"Supaya daya tahan tubuhnya bagus. Lalu bisa melakukan olahraga atau meminum obat untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya," ujar Kusmedi.
Infografis Seluk-beluk Tes Medis Corona
Advertisement