Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat umum menganggap kekerasan seksual sebatas kekerasan yang berkaitan dengan sentuhan fisik saja termasuk pemerkosaan.
Padahal, kekerasan seksual dapat terjadi lebih dari itu dengan proses yang tidak disadari korban.
Menurut Psikolog Klinis dari Yayasan Pulih, Noridha Weningsari, pengetahuan tentang karakteristik khas kekerasan seksual perlu dimiliki setiap orang agar terhindar dari peristiwa tidak mengenakan ini.
Advertisement
“Banyak yang mengira kekerasan seksual harus disertai kekerasan tapi sebenarnya tidak,” kata Noridha dalam webinar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) belum lama ini.
Baca Juga
“Justru kekerasan seksual dalam relasi intrapersonal ada kekhasannya yang membedakan dengan kasus misalnya pemerkosaan biasa,” Noridha menambahkan.
Karakteristik khas kekerasan seksual terbagi menjadi beberapa ciri, dua di antaranya adalah grooming dan gaslighting.
Simak Video Berikut Ini:
Ciri Khas Kekerasan Seksual Jenis Grooming
Grooming adalah proses membangun hubungan positif dan menjalin ikatan emosional untuk menumbuhkan rasa percaya sehingga bisa mengatasi hambatan untuk tujuan seksualitas.
Grooming diawali dengan membangun rasa aman, memenuhi keinginan, memperkenalkan perilaku seksual, melakukan kekerasan seksual, dan memenuhi kebutuhan.
Contoh grooming adalah pelaku memerkenalkan diri dan membangun komunikasi yang baik dengan korban. Mulai jadi teman bicara dan selalu ada untuk korban sehingga korban menaruh rasa percaya.
Setelah kepercayaan itu tumbuh, obrolan mulai masuk ke hal-hal berbau seks dan pada akhirnya melakukan kekerasan seksual pada korban. Setelah melakukan kekerasan tersebut, pelaku memenuhi lagi kebutuhan korban dan menenangkannya dan memberi janji-janji palsu.
“Orang-orang yang di-grooming biasanya tidak sadar bahwa mereka sedang berada dalam relasi berkekerasan,” katanya.
Advertisement
Gaslighting, Kekerasan Seksual yang Menggoyah Psikis
Gaslighting adalah suatu proses manipulasi yang terjadi dalam hubungan. Biasanya, pelaku menanamkan benih-benih keraguan dalam diri pasangannya yang menjadi korban.
Dengan demikian, korban akan mempertanyakan ingatannya, persepsinya, dan kemampuan berpikirnya.
“Ini dilakukan untuk menggoyahkan kondisi psikologis korban sehingga korbannya jadi ragu, takut, ketergantungan, dan tidak percaya diri," ujarnya.
Beberapa kalimat yang mengandung unsur gaslighting antara lain 'Kan kamu duluan yang mau' dan 'Kan kamu waktu itu diam saja', seolah-olah korban yang salah.
Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi COVID-19
Advertisement