Sukses

Wujudkan Kota Layak Anak, Pemkot Depok Berikan Edukasi Bahaya Rokok Sejak Dini

Pemerintah Kota Depok gencar melaksanakan Program Kota Layak Anak melalui pengupayaan Kawasan Tanpa Rokok dan pelarangan iklan rokok.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Kota Depok gencar melaksanakan Program Kota Layak Anak melalui pengupayaan Kawasan Tanpa Rokok dan pelarangan iklan rokok.

Dalam melancarkan upayanya Pemerintah Kota Depok berkolaborasi dengan Pengabdian masyarakat (pengmas) Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) untuk memberikan edukasi bahaya rokok pada siswa-siswi SMP.

Menurut Ketua Pengmas SKSG UI, Dr. Renny Nurhasana, edukasi bahaya rokok sejak dini dapat dilakukan di lingkungan keluarga dan sekolah. Karena, pembangunan karakter dan moral anak bangsa dimulai dari pendidikan keluarga dan proses mengajar di dalam ruang-ruang kelas bersama guru yang dinamis dan praksis pendidikan yang maju.

“Edukasi bahaya rokok sejak dini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan komitmen para pelajar untuk terhindar dari jerat candu rokok di masa depan,” ujarnya dikutip dari keterangan pers, Kamis (10/12/2020).

Proses penyampaian materi pun perlu dibuat semenarik mungkin melalui pemaparan dan video yang dapat memudahkan dalam memahami materi, menghadirkan pembicara ahli pada bidang pengendalian konsumsi rokok, serta memastikan para siswa dan siswi memahami materi dengan benar melalui pre dan post test, tambahnya.

Edukasi perlu diberikan sejak dini untuk menekan peningkatan perokok pemula di Indonesia, termasuk di Kota Depok. Mengingat, konsumsi rokok di Indonesia dilaporkan masih tinggi, yaitu sebesar 33,8 persen.

Angka tersebut didominasi perokok laki-laki dewasa, yakni sebesar 62,9 persen, artinya banyak perempuan dan anak menjadi perokok pasif dalam kesehariannya. Kondisi ini semakin memprihatinkan dengan naiknya perokok anak dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018 menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018).

Data terbaru dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2019 pada siswa usia 13-15 tahun menunjukkan mereka yang pernah mengonsumsi tembakau dari tahun 2014 (34 persen) mengalami peningkatan menjadi 40,6 persen di tahun 2019, dan untuk pelajar yang tidak pernah merokok (sebesar 7,9 persen) sangat rentan terhadap tawaran/keinginan mulai merokok di masa mendatang.

Simak Video Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Berdasarkan Penelitian

Berdasarkan penelitian Yayasan Lentera Anak (2019), di Kota Depok anak-anak masih terpapar iklan, promosi, dan sponsorship (IPS) terkait rokok di radius 200 meter dari sekolah. SMP The Indonesia Natural School mengalami hal yang sama, yaitu mempunyai ancaman anak-anak yang terpapar oleh IPS rokok.

Lulusan dari sekolah akan bergaul di masyarakat dan mempunyai peluang untuk terpapar perilaku orang lain. Walaupun saat ini merokok sangat dilarang di sekolah, tetapi siswa-siswi SMP The Indonesia Natural School akan lulus dan akan terpengaruh lingkungan.

Penelitian yang dilakukan oleh Tobacco Control Support Centre–Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) pada 2017 menunjukkan bahwa masyarakat umum lebih banyak terpapar pada iklan rokok melalui TV (83,1 persen), banner (77,5 persen), dan billboard (69,9 persen).

Selain itu, iklan rokok juga menyasar pada remaja usia di bawah 18 tahun melalui internet sebesar 45,7 persen. Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan keterpaparan kelompok dewasa melalui internet (38 persen).

Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan adanya hubungan antara paparan iklan rokok pada beberapa media dengan status merokok pada anak dan remaja di bawah usia 18 tahun.

Paparan rokok tidak hanya datang dari iklan yang memperlihatkan gaya hidup laki-laki dewasa, namun melalui promosi sponsor, CSR, dan juga inovasi produk-produk baru yang disesuaikan dengan minat dan gaya hidup remaja.

3 dari 3 halaman

Infografis Bahaya Merokok