Sukses

Benarkah Obat Radang Sendi Baricitinib Bantu Pemulihan Pasien COVID-19?

Baru-baru ini sebuah penelitian melaporkan obat radang sendi atau artritis bernama baricitinib yang mencakup obat antiviral remdesivir dapat mengurangi waktu pemulihan satu hari atau lebih, terutama bagi pasien COVID-19 yang mengalami sakit parah.

Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini sebuah penelitian melaporkan obat radang sendi atau artritis bernama baricitinib yang mencakup obat antiviral remdesivir dapat mengurangi waktu pemulihan satu hari atau lebih, terutama bagi pasien COVID-19 yang mengalami sakit parah.

Temuan tersebut disponsori oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) dan telah dipublikasikan lebih dari tiga minggu setelah Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan AS (Food and Drug Administration/FDA) mengeluarkan otorisasi penggunaan darurat untuk pengobatan ganda.

Awal bulan ini, beberapa ahli mengatakan mereka tidak nyaman menggunakan obat tanpa ada rekam jejak yang mendukung kinerja obat tersebut. Bulan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) merekomendasikan agar menghentikan penggunaan remdesivir sebagai pengobatan pasien COVID-19 karena bukti kurang mendukung penggunaannya.

Sementara dalam penelitian yang lalu menyebutkan pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit dengan baricitinib dan remdesivir pulih satu hari lebih cepat daripada mereka yang hanya menerima remdesivir.

Namun, dengan penerapan pengobatan kombinasi, sementara harga baricitinib yang fantastis, mungkin sekitar $ 1.500 (sekitar Rp 2 juta) per pasien, serta dengan efek samping pembekuan darah.

Beberapa dokter pasti bertanya-tanya, apakah sepadan menambahkan baricitinib, sementara steroid seperti deksametason murah dan tersedia secara luas. Baik baricitinib dan deksametason dianggap berfungsi untuk mengurangi peradangan yang berlebihan yang dapat berdampak pada kasus COVID-19 parah.

 

Simak Video Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Kata ahli

Penelitian baru yang diterbitkan di New England Journal of Medicine menambahkan beberapa perincian pada temuan, bahwa subkelompok pasien tertentu mendapat manfaat dari penambahan baricitinib jauh lebih banyak daripada yang lain.

Adapun uji coba tersebut melibatkan 1.000 pasien COVID-19 yang semuanya menerima remdesivir. Orang yang cukup sakit yang membutuhkan oksigen tambahan dosis tinggi atau bentuk ventilasi non-invasif pulih delapan hari lebih cepat ketika baricitinib dimasukkan dalam rejimen obat mereka.

Seorang dokter penyakit menular di Emory University Dr. Boghuma Kabisen Titanji yang mempelopori studi awal baricitinib mencatat bahwa pasien tertentu mungkin lebih kecil kemungkinannya untuk meninggal atau memerlukan ventilator jika mereka menggunakan baricitinib sebagai tambahan untuk remdesivir. Namun, hasil ini pun tidak seragam pada seluruh peserta uji coba, sebagaimana hasil yang menunjukkan pemulihan lebih cepat.

Seorang ahli reumatologi anak di Boston Children’s Hospital, Dr. Lauren Henderson mengaku cukup tertarik dengan kemungkinan pilihan lain dalam mengobati pasien COVID-19. Namun ia beserta beberapa ahli lainnya mengatakan lebih cenderung menggunakan deksametason sebagai pengobatan untuk pasien Covid-19 yang sakit parah yang membutuhkan bantuan pernapasan.

Berbeda dengan baricitinib, deksametason telah terbukti khasiatnya dalam menekan angka kematian akibat sakit COVID-19 parah. Selain itu kelebihannya juga lebih mudah didapat dan lebih murah. Sementara menurut apoteker penyakit menular di University of Pittsburgh, Dr. Erin McCreary, baricitinib berpotensi mengalami kelangkaan pasokan.

Oleh karena itu, para ahli berpendapat untuk menguji ulang efektivitas obat tersebut dengan melakukan perbandingan langsung dari dua rejimen pengobatan kombinasi, satu memberi perlakuan emdesivir dan baricitinib pada pasien yang dirawat dan yang lainnya memasangkan remdesivir dengan deksametason.

Dr. McCreary juga mencatat pentingnya mempelajari pasien yang menerima baricitinib dan deksametason "untuk menentukan apakah ada manfaat tambahan".

Dokter penyakit menular di University of Nebraska Medical Center Dr. Andre Kalil dan peneliti utama pada riset terbaru mencatat steroid seperti deksametason tetap membutuhkan penelitian lebih lanjut meskipun telah menjadi pengobatan COVID-19 yang diterima secara umum. Karena obat steroid masih memiliki isu keamanan yang serius sehingga pemberiannya pun memerlukan pengawasan ketat.

Sama seperti obat steroid lainnya, deksametason juga bisa menimbulkan sejumlah efek samping yang tidak diinginkan, termasuk memperburuk kondisi seperti diabetes atau osteoporosis.

3 dari 3 halaman

INFOGRAFIS: Deretan Kandidat Obat Covid-19