Liputan6.com, Jakarta Kasus COVID-19 di Indonesia masih menunjukkan penambahan yang tinggi. Pada Selasa (15/12/2020) penambahan kasus positif harian mencapai 6.120 kasus.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menegaskan kepada seluruh masyarakat bahwa COVID-19 belum bisa diprediksi kapan puncaknya.
Baca Juga
Hasil Quick Count Pilkada Indramayu 2024, Lucky Hakim Unggul Telak Bahkan Sudah Deklarasikan Kemenangan
Artis Senior Rahayu Effendi Meninggal Dunia, Dede Yusuf Beberkan Penyebab Berpulangnya Sang Ibunda
Lika-liku Ridwan Kamil dalam Pilgub Jakarta 2024, Sering Dihujat karena Rendahkan Martabat Perempuan hingga Cuitan Lawasnya Dibongkar
“Perlu kita camkan bersama, baik bagi tenaga medis terutama masyarakat bahwa COVID-19 ini masih terus bertambah belum menunjukkan kapan puncaknya,” ujar Daeng dalam webinar Lingkar Sehat Indonesia, Rabu (16/12/2020).
Advertisement
Ia menambahkan, angka kesembuhan memang cukup baik hingga 82 persen hal ini berkaitan dengan baiknya pelayanan di fasilitas kesehatan. Selain itu, angka kematian juga berhasil ditekan dari 9 persen menjadi 3,0 persen.
“Tapi meskipun sudah baik sekali, tetap kita melihat perbandingan-perbandingan dunia yang sudah di angka 2,3 persen jadi kita masih lebih tinggi dari rata-rata.”
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini:
Berlomba dengan Kecepatan Penularan
Meski angka kesembuhan meningkat, tambah Daeng, namun kecepatan penularan COVID-19 pun masih tinggi.
“Yang kami khawatirkan, kalau angka penularan semakin cepat karena beberapa ahli menyatakan ada mutasi yang memang membuat virus menyebar lebih cepat.”
Hingga kini, sebagian besar daerah di Indonesia sudah memiliki status merah dan hitam. Petugas kesehatan juga sudah banyak yang mengeluh karena kapasitas pasien sudah banyak yang melebihi 80 persen.
“Maka dari itu kita harus tetap waspada, baik petugas kesehatan maupun masyarakat karena kasusnya semakin meningkat dan beberapa provinsi melaporkan pasien di rumah sakit sudah melebihi kapasitas 80 persen.”
Kapasitas berlebih ini dapat berpengaruh pada pelayanan yang tidak maksimal. Ada dua kemungkinan yang dapat terjadi menurut Daeng, pertama, pasien tidak bisa mendapatkan kamar dan perawatan, kedua pasien harus mengantre di daftar tunggu.
Beberapa kasus lain yang terjadi ketika pasien melebihi kapasitas rumah sakit adalah pemindahan pasien ke rumah sakit yang tidak khusus menangani COVID-19.
Selain itu, jika kapasitas pasien meningkat otomatis beban kerja dokter, perawat, dan petugas kesehatan lainnya pun akan meningkat.
“Kalau beban pelayanan meningkat maka risiko terjadinya penularan kepada petugas kesehatan itu akan semakin meningkat juga,” tutup Daeng.
Advertisement