Sukses

Tiga Kasus Alergi yang Muncul Saat Uji Coba Vaksin COVID-19 Pfizer

Pejabat Pfizer mengatakan dua orang Inggris yang mengalami reaksi alergi sebelumnya telah memiliki riwayat alergi parah.

Liputan6.com, Jakarta Vaksin COVID-19 Pfizer diklaim aman dan sekitar 95 persen efektif dalam uji klinis yang telah melibatkan 44.000 peserta. Namun kemunculan hasil uji klinis sementara ini kini menimbulkan kekhawatiran karena adanya efek samping vaksin.

Para ahli sampai menyebutkan sejumlah kasus alergi yang cukup membahayakan nyawa seseorang. Seperti dialami oleh seorang petugas kesehatan di Alaska. Ia mengalami reaksi alergi yang tidak ia miliki sebelumnya setelah mendapat vaksin Pfizer. Dua reaksi serupa terjadi minggu lalu di Inggris.

Pejabat Pfizer mengatakan dua orang Inggris yang mengalami reaksi alergi sebelumnya telah memiliki riwayat alergi parah. Salah satunya, seorang perempuan 49 tahun memiliki riwayat alergi telur, dan seorang lagi wanita berusia 40 tahun yang memiliki riwayat alergi pada obat tertentu. Sehingga keduanya memang selalu membawa perangkat seperti epipen untuk menyuntikkan diri mereka sendiri dengan epinefrin (pereda gejala alergi) jika sewaktu-waktu mengalami reaksi alergi. Pihak Pfizer mengatakan bahwa vaksinnya tidak mengandung bahan telur.

Pada hari Selasa kemarin (15/12/2020), seorang petugas kesehatan paruh baya yang tidak memiliki riwayat alergi tetapi ia mengalami reaksi anafilaksis 10 menit setelah menerima vaksin di Bartlett Regional Hospital di Juneau, Alaska. Ia mengalami ruam di wajah dan tubuhnya, sesak napas dan detak jantung meningkat.

Direktur medis gawat darurat di rumah sakit tersebut, Dr. Lindi Jones, mengatakan petugas tersebut telah diberikan suntikan epinefrin (pengobatan standar untuk reaksi alergi yang parah) sejak gejala alerginya muncul. Gejalanya sempat mereda, namun kemudian muncul kembali sehingga ia diobati dengan steroid dan epinefrin drip (melalui infus).

Namun ketika dokter mencoba menghentikan infus, gejalanya muncul kembali. Sehingga wanita tersebut dipindahkan ke unit perawatan intensif, dan diawasi sepanjang malam, kemudian disapih pada Rabu pagi. Dr. Jones mengatakan bahwa wanita tersebut merasa baik-baik saja dan tetap antusias untuk menerima vaksin lagi. Ia dibolehkan pulang pada Rabu malam.

Anafilaksis dapat mengancam jiwa, dengan gangguan pernapasan dan penurunan tekanan darah yang biasanya terjadi dalam beberapa menit atau bahkan detik setelah terpapar makanan atau obat, atau bahkan zat seperti lateks yang membuat orang tersebut alergi, dilansir dari NYTimes

Simak Video Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Kata Ahli

Seorang ahli vaksin sekaligus anggota panel penasehat luar, Dr. Paul A. Offit, yang merekomendasikan badan pengawas makanan dan obat-obatan AS (FDA) untuk segera mengesahkan vaksin Pfizer untuk penggunaan darurat, mengatakan bahwa tindakan pencegahan yang sesuai telah diterapkan. Salah satunya persyaratan bahwa penerima vaksin untuk menetap selama 15 menit setelah mendapatkan vaksin perlu diobservasi apabila muncul gejala yang tidak diinginkan ia bisa segera dirawat.

Menurutnya, kasus ini tidak berarti mereka harus menghentikan distribusi vaksin. Namun ia menekankan perlunya para ahli mencari tahu komponen vaksin apa yang menyebabkan reaksi tersebut.

Pakar penyakit menular terkemuka di Pusat Pengendalian Penyakit (CDC), Dr. Jay Butler, mengatakan kasus Alaska menunjukkan sistem pemantauan berfungsi. Badan tersebut telah merekomendasikan agar vaksin diberikan dengan syarat alat medis tersedia lengkap, termasuk oksigen dan epinefrin untuk mengelola reaksi anafilaksis (reaksi alergi). Akhir pekan lalu, CDC mengatakan orang dengan alergi serius dapat divaksinasi dengan aman, dengan pemantauan ketat selama 30 menit setelah menerima suntikan.

Jutaan orang Amerika akan diinokulasi dengan vaksin Pfizer pada akhir tahun ini. Hingga Rabu malam, belum diketahui pasti sudah berapa banyak yang menerima vaksin. Namun sekretaris layanan kesehatan dan manusia, Alex M. Azar II, mengatakan departemennya akan merilis datanya beberapa hari lagi atau mungkin dalam seminggu.

Adapun reaksi yang dialami seorang wanita sebelumnya diyakini mirip dengan reaksi anafilaksis yang dialami dua petugas kesehatan di Inggris setelah menerima vaksin Pfizer-BioNTech pekan lalu. Sama sepertinya, dua petugas itupun sudah pulih.

Kasus tersebut tentu akan dibahas saat jadwal pertemuan dengan FDA bersama panel ahli luar untuk memutuskan apakah vaksin COVID-19 moderna disetujui untuk penggunaan darurat. Belum diketahui pasti apakah reaksi yang timbul pada vaksin Pfizer juga akan muncul pada vaksin Moderna, meskipun keduanya menggunakan teknologi dan bahan yang serupa, yaitu materi genetik mRNA, meskipun menggunakan kombinasi lipid yang berbeda.

Dr. Offit mencurigai gelembung molekul penstabil yang disebut dengan polyethylene glycol yang memicu reaksi alergi, namun hal ini memerlukan penyelidikan lebih lanjut.

Sementara dari pihak Pfizer sebelumnya telah menyebutkan efek samping vaksin dan tidak menemukan efek samping serius, meskipun kebanyakan peserta mengalami sakit di area bekas suntikan, demam dan sebagainya. Seorang juru bicara Pfizer, jerica Pitts, mengatakan perusahaan belum memiliki semua rincian terkait situasi wanita Alaska tersebut. Namun mereka tetap bekerja sama dengan otoritas kesehatan setempat. Ia mengatakan vaksin tersebut telah dilengkapi informasi peringatan jika muncul kasus anafilaksis langka.

“Kami akan memantau dengan cermat semua laporan yang menunjukkan reaksi alergi serius setelah vaksinasi dan memperbarui bahasa pelabelan jika diperlukan,” kata Pitts.

Setelah terjadi kasus serupa sebelumnya di Inggris, pihak berwenang telah memperingatkan agar pemberian vaksin hanya pada orang yang tidak memiliki riwayat alergi parah. Namun kemudian kata 'reaksi alergi parah' diperbaharui menjadi siapapun yang pernah mengalami reaksi anafilaksis terhadap makanan, obat, terutama vaksin.

 

3 dari 3 halaman

Infografis Pfizer vaksin mRNA Covid-19