Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini Inggris melaporkan temuan COVID-19 versi baru. Bahkan, National Health Service (NHS) mengklaim bahwa varian baru ini 70 persen lebih cepat menular dari COVID-19 biasa.
Menurut Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Prof. Bambang Brojonegoro, Ph.D., varian baru COVID-19 ini pertama kali dilaporkan Inggris pada September 2020 dan per 13 Desember sudah lebih dari 1.100 kasus yang terdeteksi di Inggris Raya akibat virus baru ini.
Baca Juga
Munculnya varian baru COVID-19 di Inggris menimbulkan beberapa reaksi dari berbagai negara di dunia. Ada yang melarang masuknya penerbangan dari Inggris, ada yang menegakkan ketentuan karantina tiga minggu, dan ada pula yang masih mempelajari kasusnya.
Advertisement
Beberapa negara yang telah melarang masuknya penerbangan dari Inggris adalah Argentina, Belgia, Bulgaria, Kanada, Chili, Kolumbia, Kroasia, Denmark, El Salvador, Estonia, dan Finlandia.
Ada pula Prancis, Jerman, Hong Kong, India, Italia, Iran, Irlandia, Israel, Kuwait, Maroko, Norwegia, Belanda, Polandia, Romania, Switzerland, dan Turki.
Di sisi lain, China masih memperbolehkan penerbangan dari Inggris, tapi dengan syarat karantina 3 minggu dari yang mulanya 2 minggu.
“Korea Selatan sedang meninjau ulang syarat-syarat untuk keluar dari karantina. Misal, kemungkinan perlu 2 swab negatif untuk keluar dari dua minggu karantina,” kata Bambang dalam konferensi pers Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Kamis (25/12/2020).
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini:
Implikasi untuk Indonesia
Jika varian baru COVID-19 Inggris ini masuk ke Indonesia, maka akan memperburuk kondisi yang sekarang, di mana banyak rumah sakit dikabarkan sudah melebihi kapasitas pasien.
Namun, sejauh ini belum ada bukti yang menunjukkan bahwa varian baru ini sudah atau belum menyebar di Indonesia.
“Karena tidak ada genomic surveillance serupa di Indonesia. Walaupun perlu diakui bahwa genomic dan molecular surveillance kita tidak secanggih Inggris.”
Sementara itu, dua negara tetangga telah kedatangan varian tersebut, yaitu Australia dan Singapura.
“Kasusnya satu orang, tapi artinya kita harus berhati-hati karena semakin dekat dengan kita. Walau belum ada bukti varian ini meningkatkan keparahan, tapi bukan berarti pasti seperti itu, masih perlu penelitian lebih lanjut,” pungkasnya.
Advertisement