Sukses

Afrika Selatan Bantah Klaim Varian Baru COVID-19 di Negaranya Lebih Berbahaya

Menteri Kesehatan Afrika Selatan membantah klaim Inggris bahwa varian virus Corona COVID-19 yang ditemukan di negaranya lebih menular dan berbahaya dibandingkan dengan varian yang menyebar di Inggris.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Afrika Selatan membantah klaim Inggris bahwa varian virus Corona COVID-19 yang ditemukan di negaranya lebih menular dan berbahaya dibandingkan dengan varian virus yang menyebar di Inggris.

"Saat ini, tidak ada bukti bahwa varian 501.V2 lebih menular dibandingkan varian di Inggris, seperti yang dikatakan Menteri Kesehatan Inggris," ucap Zwelini Mkhize dalam pernyataan resmi, Kamis (24/12/2020) petang.

"Juga tidak ada bukti bahwa varian itu merupakan penyakit yang lebih berbahaya atau meningkatkan kematian dibandingkan varian di Inggris atau varian lainnya yang telah dirunut di seluruh dunia," lanjutnya, melansir laman Channel News Asia.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock ketika mengumumkan pembatasan akses dari Afrika Selatan menyinggung bahwa varian di negara tersebut sangat memprihatinkan karena dianggap lebih menular dan bermutasi lebih jauh dibandingkan strain yang ditemukan di Inggris.

Menurut Mkhize, pernyataan Menteri Kesehatan Inggris itu, "telah membuat persepsi bahwa varian di Afrika Selatan menjadi faktor utama gelombang kedua di Inggris."

"Itu tidak benar," ucap Mkhize.

 

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

2 dari 3 halaman

Varian Baru COVID-19 Lebih Dulu Ditemukan

Mkhize juga menekankan bahwa bukti varian baru COVID-19 di Inggris--yang memiliki mutasi serupa dengan strain di Afrika Selatan--muncul pertama kali pada September di Kent. Artinya varian baru virus Corona itu muncul sekitar sebulan lebih awal dibandingkan perkembangan varian Afrika Selatan.

Mkhize menilai pembatasan akses dari Inggris dan Afrika Selatan merupakan keputusan yang kurang menguntungkan.

Sejauh ini, Afrika Selatan menjadi salah satu negara paling terdampak virus corona. Jumlah individu yang terinfeksi di negara tersebut mendekati 1 juta kasus dan 26 ribu orang meninggal dunia.

Sekitar 14 ribu kasus positif harian terdeteksi dalam beberapa hari belakangan. Jumlah tersebut meningkat dari 8 ribu hingga 10 ribu kasus harian sebelumnya.

 

3 dari 3 halaman

Infografis