Sukses

2 Parameter yang Digunakan BPOM RI Dalam Menilai Khasiat Vaksin COVID-19

BPOM RI tidak sembarangan saat menilai khasiat dari vaksin Virus Corona COVID-19 Sinovac

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) menyatakan bahwa keamanan merupakan hal yang sangat penting untuk dipastikan sebelum vaksin COVID-19 diedarkan. Saat ini yang sudah ada di Indonesia adalah vaksin buatan Sinovac dari China.

Juru Bicara Vaksin COVID-19 di Indonesia dari BPOM RI, Dr dra Lucia Rizka Andalusia MPharm Apt, mengatakan, keamanan vaksin Corona dipantau secara periodik pada subjek uji klinis, yaitu 30 menit setelah penyuntikan, dan dipantau secara ketat setiap harinya sampai 14 hari pertama.

Pemantauan terus berlanjut hingga tiga dan enam bulan setelah penyuntikan vaksin COVID-19.

Terkait perkembangan persetujuan pemberian vaksin COVID-19 atau emergency use of authorization (EUA) atau penggunaan kedaruratan pada vaksin Corona, BPOM melakukan rolling submittion.

"Di mana data yang dimiliki industri farmasi dapat disampaikan secara bertahap," kata Lucia dalam keterangan pers yang disiarkan secara langsung di kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Senin sore, 4 Januari 2021.

BPOM, lanjut Lucia, telah melakukan evaluasi terhadap data uji pre-klinis dan uji klinis fase I dan fase II guna menilai keamanan dan respons imun yang dihasilkan dari penggunaan vaksin COVID-19.

Juga hasil uji klinis fase III yang dipantau dalam periode satu bulan setelah pemberian suntikan kedua.

"Tentunya sesuai dengan persyaratan dari WHO, minimal pengamatan harus dilakukan sampai tiga bulan untuk interim analisis yang digunakan untuk mendapatkan data keamanan dan khasiat vaksin sebagai data pendukung pemberian UEA," kata Lucia.

Sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pula khasiat vaksin COVID-19 harus dibuktikan dengan beberapa parameter yang harus dipenuhi.

 

Simak Video Berikut Ini

2 dari 2 halaman

Parameter Menilai Khasiat Vaksin COVID-19

1. Parameter efikasi

Parameter efikasi merupakan parameter klinis yang diukur berdasarkan persentase penurunan angka kejadian penyakit pada kelompok subjek atau orang yang menerima vaksin COVID-19, dibandingkan subjek atau orang yang menerima plasebo pada uji klinis yang dilaksanakan.

2. Parameter imunogenisitas

Parameter imunogenisitas, jelas Lucia, merupakan parameter pengganti berdasarkan hasil pengukuran kadar antibodi yang terbentuk atau yang dikenal dengan IgG setelah orang diberikan suntikan vaksin COVID-19, dan pengukuran netralisasi antibodi. Yaitu kemampuan antibodi yang terbentuk untuk menteralkan atau membunuh virus.

"Pengukuran ini dilakukan setelah dua minggu dosis terakhir. Seperti yang kita ketahui, vaksinasi dilakukan dengan dua dosis, yaitu hari pertama dan hari ke-14, kemudian dilakukan pengulangan pengukuran pada tiga bulan sampai enam bulan setelah vaksin COVID-19 disuntikkan ke dalam tubuh," ujarnya.

Setelah BPOM RI mendapatkan data-data tersebut, dapat diberikan persetujuan penggunaan atau emergency use of authorization (EUA).

Sedangkan efektivitas vaksin COVID-19, Lucia mengatakan, BPOM akan terus memantau kemampuan vaksin Corona dalam menurunkan kejadian penyakit di masyarakat dalam jangka waktu yang lama.

"Jadi, efektivitas diukur setelah vaksin digunakan secara luas pada kondisi yang nyata di lapangan atau di pelayanan sebenarnya," kata Lucia.

Saat ini, kata Lucia, BPOM RI masih menunggu penyelesaian analisis data uji klinis fase III di Bandung, Jawa Barat, untuk mengonfirmasi khasiat atau efikasi vaksin COVID-19.

"Data-data tersebut diperlukan dalam rangka penerbitan persetujuan penggunaan darurat," katanya.