Liputan6.com, Jakarta - Terapi plasma konvalesen ramai dibacarakan karena disebut mampu membantu pasien positif COVID-19 untuk memperbesar kemungkinan sembuh, karena berasal dari antibodi penyintas COVID-19.
Terapi plasma konvalesen juga disebut mampu menurunkan risiko terjadinya gangguan pernapasan berat atau severe respiratory disease yang merupakan salah satu penyebab kematian tersering COVID-19.
Baca Juga
Ternyata, Ini Cara Tepat Mengolah Lobak agar Efektif Meredakan Gejala Asam Urat
Viral Wanita Pakai Gaun Pernikahan Ibunya 28 Tahun Lalu, Modelnya Disebut Awet dan Tak Terkesan Jadul
Top 3 Islami: Golongan yang Dililit Ular Berbisa di Hari Kiamat, Kenapa Umat Islam Perlu Sholat? Ulasan Buya Yahya dan Gus Baha
Permintaan plasma konvalesen menjadi sangat tinggi. Palang Merah Indonesia (PMI) wilayah DKI Jakarta menyebut, saat ini stok untuk plasma konvalesen sedang kosong.
Advertisement
"Dalam dua bulan terakhir, November dan puncaknya Desember, bahkan Januari ini luar biasa sekali (Permintaan plasma konvalesen). Tapi mohon maaf para keluarga yang memang membutuhkan, terus terang kami sampai saat ini belum bisa melayani," ujar Kepala Unit Transfusi Darah PMI Provinsi DKI Jakarta, Niken Ritchie dalam diskusi secara daring Live Streaming Bincang Editor Liputan6, Senin (11/01/2021).
Niken menjelaskan, minimnya stok plasma konvalesen dikarenakan masih minimnya jumlah pendonor, serta ada kekhawatiran bahwa kadar antibodi penyintas akan berkurang setelah ia mendonorkan darahnya.
"Penyintas tidak perlu khawatir kadar antibodinya turun, justru kalau kita menyumbangkan plasma kita, tubuh kita akan lebih responsif jika ada virus yang masuk, dan akan memproduksi antibodi yang lebih banyak lagi," ujar Niken.
Â
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Tidak Semua Penyintas Bisa Jadi Donor Plasma
Selain karena minimnya pendonor, stok plasma konvalesen yang terbatas, juga disebabkan karena tidak semua penyintas dapat mendonorkan plasmanya. Menurut Niken, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi penyintas untuk dapat melakukan donor plasma konvalesen.
"Jadi kita cari pasien dengan kriteria sedang atau yang agak lama sakitnya, yang mempunyai kadar igG (Immunoglobulin G), yang cukup. Jadi tidak sembarang orang, tidak hanya yang sakit, tapi kita lihat apa kadar igGnya cukup untuk diberikan ke pasien COVID-19," ujar Niken.
"Itu sulitnya, dari 10 yang datang, mungkin cuma dua yang bisa memenuhi kriteria," tambahnya.
Meski banyak diminati oleh pasien COVID-19, Niken memperingatkan bahwa terapi plasma konvalesen untuk melawan COVID-19 belum terbukti 100 persen kemanjurannya. Niken menekankan, penggunaan plasma konvalesen harus melalui tahapan uji klinis terlebih dahulu oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) dari kementerian kesehatan.
"Kita harus melakukan uji klinis di negara kita, untuk membuktikan benar atau tidak, dan kebetulan penelitian ini belum selesai sebenarnya, masih dalam proses. Uji klinis ini harus besar jumlah pasiennya yang kita teliti, supaya kita mendapat hasil yang benar-benar akurat," jelas Niken.
"Memang ada penelitian-penelitian kecil yang sudah dilakukan di beberapa rumah sakit, dan kabarnya ada yang berhasil, tapi ada juga yang tidak," tambahnya.
Untuk menambah jumlah stok plasma konvalesen, PMI DKI Jakarta akan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) terkait untuk mencoba menawarkan para penyintas keinginannya untuk mendonor.
"Di sana (Dinkes) ada data semua, katakan lah alumni pasien COVID-19. Dari data ini kita minta himbau, kita tawarkan untuk mendonor plasma konvalesennya di UGD (Unit Gawat Darurat) PMI ini," ujar Ketua PMI DKI Jakarta Rustam Effendy.
Â
(Rizki Febianto)
Advertisement