Sukses

Banyak Negara Berebut Jatah Vaksin COVID-19, WHO: Akan Memperpanjang Pandemi

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyebut saat ini dunia tengah berada di ambang "kegagalan moral yang parah" dalam hal berbagi vaksin COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyebut saat ini dunia tengah berada di ambang "kegagalan moral yang parah" dalam hal berbagi vaksin COVID-19.

Jika negara kaya terus membeli vaksin COVID-19 dalam jumlah besar, WHO menyebut negara berpenghasilan rendah dikhawatirkan akan kehabisan jatah vaksin.

“Pada akhirnya tindakan ini hanya akan memperpanjang pandemi,” ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam pembukaan pertemuan Dewan Eksekutif tahunan WHO, seperti dilansir dari laman Channel News Asia, Senin (18/01/2021).

WHO pun mendesak negara-negara kaya untuk berhenti melakukan kesepakatan bilateral dengan produsen vaksin terkait pembeli lebih banyak dosis, serta meminta produsen untuk bisa lebih adil dalam pembagian jatah vaksin di seluruh dunia.

Tedros menyebut, pihaknya mencatat terdapat 44 kesepakatan bilateral antara negara-negara dengan produsen vaksin yang telah ditandatangani 2020 lalu, dan setidaknya 12 kesepakatan yang telah ditandatangani tahun ini.

"Ini dapat menunda pengiriman COVAX dan menciptakan skenario yang dirancang untuk dihindari COVAX, dengan penimbunan, pasar yang kacau, tanggapan yang tidak terkoordinasi dan gangguan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan," ujar Tedros.

Padahal, skema pembagian vaksin dari program COVAX direncanakan akan dimulai bulan depan. "Pendekatan 'me-first' seperti itu membuat orang-orang miskin dan paling rentan di dunia berada dalam risiko," katanya.

 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

2 dari 3 halaman

Hanya 25 Dosis Vaksin untuk Negara Miskin

COVAX sendiri merupakan program yang dirancang oleh WHO untuk menyatukan upaya negara-negara anggotanya dan menjamin kesetaraan akses secara global terhadap vaksin COVID-19. Sehingga nantinya tidak hanya negara kaya, tapi negara berpenghasilan rendah juga dapat mendapat vaksin.

Perebutan jatah vaksin ini semakin meningkat setelah ditemukannya varian baru COVID-19 di Inggris dan Afrika Selatan, yang disebut dapat lebih mudah menular.

Tedros mengatakan, lebih dari 39 juta dosis vaksin telah diberikan ke 49 negara berpenghasilan tinggi, sedangkan hanya 25 dosis yang telah diberikan di satu negara miskin.

"Hanya 25 dosis yang diberikan di satu negara berpenghasilan terendah. Bukan 25 juta, bukan 25.000, hanya 25," ujarnya, dikutip dari VOA

"Situasi ini diperparah oleh fakta bahwa sebagian besar produsen memprioritaskan persetujuan regulasi di negara-negara kaya di mana keuntungan paling tinggi, daripada menyerahkan berkas lengkap ke WHO," tambahnya.

Seorang delegasi WHO dari Burkina Faso, yang menjadi perwakilan kelompok Afrika, mengungkapkan keprihatinannya, bahwa beberapa negara telah "menyedot" sebagian besar pasokan. 

 

(Rizki Febianto)

3 dari 3 halaman

Infografis