Liputan6.com, Jakarta - Pakar laktasi mengatakan bahwa ketika sudah menginjak usia lebih dari 2 tahun, anak tidak lagi direkomendasikan untuk mengonsumsi susu formula pertumbuhan.
"Sampai dua tahun memang diperlukan makanan cair. Kalau sudah menyusui sampai dua tahun, kenapa ribut-ribut dua tahun ke atas pakai susu formula?" kata dokter yang juga konsultan laktasi Utami Roesli, ditulis Minggu (31/1/2021).
Baca Juga
Dalam sebuah temu media daring terkait Peluncuran Dokumen Bahaya Terselubung Makanan Ultra Proses beberapa waktu lalu, Utami mengatakan bahwa ASI saja sesungguhnya tidak begitu diperlukan lagi setelah dua tahun.
Advertisement
Ia lebih menyarankan, apabila dibutuhkan dan masih memungkinkan, anak melanjutkan diberi AS daripada memberikan susu formula.
Utami juga menyinggung bahwa saat ini banyak produk susu formula yang sudah mengandung gula yang tinggi, sehingga berbahaya bagi kesehatan apabila dikonsumsi terlalu banyak.
Dian Nurcahyati Hadihardjono dari Helen Keller Indonesia (HKI) mengungkapkan, dalam sebuah studi yang dilakukan HKI, terungkap bahwa hampir semua susu pertumbuhan yang diteliti, mengandung gula atau pemanis tambahan.
"Di sini hanya 2 persen dari yang beredar yang tidak ada tambahan gula atau pemanis," kata Dian dalam kesempatan yang sama. "Yang lainnya, hampir 80 persen mengandung sukrosa, bahkan mengandung lebih dari 1 jenis pemanis tambahan."
Temuan ini sendiri berdasarkan data dari 100 produk susu pertumbuhan yang beredar di berbagai kota di Indonesia antara Januari 2017 hingga Mei 2019.
Adapun, hanya susu pertumbuhan yang berbahan dasar susu sapi saja yang dianalisis, tanpa memasukkan produk berbahan dasar non-susu sapi.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Bukannya Tidak Memperbolehkan
Â
Dian juga mengatakan, apabila dilihat dengan Nutrient Profiling Model dari Food Standars Agency Inggris, sebagian besar susu pertumbuhan yang diteliti dapat dinilai memiliki profil zat gizi yang masuk kategori "kurang sehat."
"70 persen masuk ke kategori merah atau kurang sehat dengan gulanya termasuk tinggi," kata Dian. Adapun, kategori kurang sehat berarti memiliki kandungan gula tinggi yaitu di atas 11,25 gram/100 ml atau di atas 13,5 gram per porsi.
Dian pun mengatakan bahwa penting bagi seseorang untuk membaca label di kemasan produk susu. Ia menyarankan, apabila memang membutuhkan, carilah produk yang kandungannya hanya susu tanpa tambahan lain.
Utami juga mengatakan bahwa jika sudah mampu mengonsumsi makanan biasa, maka susu bisa disamakan dengan kelompok protein hewain lainnya.
Utami mengatakan, dalam panduan Kementerian Kesehatan "Isi Piringku" dapat dilihat seberapa banyak asupan protein hewani yang dibutuhkan dalam sekali makan.
Utami menegaskan bahwa hal ini bukan berarti tidak memperbolehkan anak minum susu. Hanya saja, konsumsinya "tidak setiap hari atau setiap minggu."
"Jadi seperti makan es krim saja. Sekali-kali saja, sesekali sebulan, tetapi tidak saban hari. Kalau ini (yang kita bicarakan) kan setiap hari," kata Utami. "Sekali lagi bukan tidak boleh, tetapi tidak diperlukan."
Advertisement