Sukses

Jokowi Sebut PPKM Tak Efektif Kendalikan COVID-19, Ini Kata Pengamat Kebijakan Publik dan Epidemiolog

Pakar pengamat kebijakan publik sepakat PPKM tidak efektif dalam menangani pandemi COVID-19, epidemiolog juga mengatakan bahwa efektifitasnya hanya di bawah 50 persen

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa Bali pada 11 sampai 25 Januari 2021 tidak berjalan efektif dalam menurunkan penularan COVID-19.

"PPKM tanggal 11 Januari sampai 25 Januari, kita harus ngomong apa adanya, ini tidak efektif. Mobilitas juga masih tinggi, indeks mobility-nya ada. Sehingga, di beberapa provinsi, COVID-nya masih naik," kata Jokowi dalam rapat kabinet terbatas Jumat pekan lalu.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan bahwa sejak awal ia sudah mengatakan bahwa PPKM tidak efektif dalam menangani pandemi COVID-19.

"Saya sudah bilang hampir di semua media, kalau PPKM mau diberlakukan ya berlakukan saja, tetapi tidak akan ada hasilnya. Kan terbukti," kata kata Agus saat dihubungi oleh Health Liputan6.com pada Senin (1/2/2021).

"Banyak faktor yang sudah saya sampaikan sejak Maret soal tidak adanya peraturan daerah yang bisa memberikan sanksi denda kepada masyarakat yang tidak patuh." 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

2 dari 4 halaman

Harusnya Dibuat Peraturan Daerah

Agus menilai, aturan semacam itu seharusnya dibuat dalam bentuk Peraturan Daerah atau Perda, bukan keputusan kepala daerah seperti yang sekarang banyak dilakukan.

Menurutnya, hal ini sudah tertera dalam Undang-Undang 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan.

"Disiplin masyarakat jadi tidak ada. Mau diapakan? Saya bilang kan denda harus. Dendanya jangan cuma 250 ribu, kalau perlu 1 juta," ujarnya.

Menurutnya, apabila ada alasan yang menilai denda tak mungkin diterapkan karena situasi ekonomi yang sulit, hal ini tidak ada hubungannya. "Supaya dia tidak bayar mahal, patuhilah aturan yang ditetapkan pemerintah," kata Agus.

Agus mengatakan, banyak peraturan yang saat ini berbentuk Surat Edaran. Namun menurutnya hal ini bukanlah produk hukum. Ia bahkan mengibaratkannya seperti sebuah majalah dinding yang hanya bersifat pengumuman.

"Terbukti tidak efektif," katanya. "Pemerintah ambigu antara mau memberantas pandemi dengan menjaga ekonomi, itu tidak bisa."

 

3 dari 4 halaman

Tak Seefektif Karantina Wilayah

Sementara itu pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko mengatakan efektivitas PPKM mungkin ada namun tak sebesar apabila dibandingkan dengan karantina atau lockdown.

"Mungkin tidak lebih dari 50 persen, mungkin kurang dari 50 persen," ujarnya saat dihubungi di kesempatan yang berbeda.

Tri Yunis mengatakan dalam suatu penanganan wabah, pembatasan kegiatan seharusnya dilakukan dalam skala sedang atau berat. "PSBB berat sama dengan lockdown. Kalau PSBB sedang ya mungkin di bawah itulah."

Mengenai lockdown, Agus menegaskan bahwa sudah sejak lama ia mengusulkan pemerintah untuk melakukan hal itu atau karantina wilayah. Tak harus nasional tetapi wilayah Jawa saja.

"Jawa kan 60 persen populasinya, sehingga bisa dikontrol. Kalau sekarang sudah terlambat. Ya meskipun terlambat harus dilakukan, kalau tidak tracing-nya bagaimana, mengawasinya bagaimana."

"Semua negara melakukan karantina kok. Perkara nanti muncul lagi itu lain persoalan. Tetapi dengan karantina kita bisa mengontrol, wilayah Jawa saja-lah. Semua diperiksa, dibayari negara," imbuh Agus.

 

4 dari 4 halaman

Infografis Karantina Terbatas RT-RW Tekan Kasus Covid-19, Seperti Apa?