Liputan6.com, Jakarta - Orangtua memiliki peran penting dalam pengasuhan anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahkan menyebut bahwa pengasuhan menjadi tulang punggung pemenuhan hak anak selama pandemi COVID-19.
Menurut Wakil Ketua KPAI, Rita Pranawati, pengasuhan orangtua akan sangat berpengaruh karena anak berada di rumah selama 24 jam. Orangtua perlu mendampingi anak belajar, beraktivitas, dan beribadah di rumah.
Baca Juga
“Survei KPAI 2020 kepada 14.169 orangtua menunjukkan bahwa baru sebanyak 33,8 persen orangtua yang mendapatkan informasi tentang pengasuhan,” ujar Rita dalam webinar KPAI, Senin (8/2/2021).
Advertisement
“Yang artinya masih banyak orangtua yang tidak mendapatkan informasi pengasuhan yang berkualitas,” tambahnya.
Survei tersebut juga menunjukkan bahwa ibu lebih dominan dalam mengasuh anak ketimbang ayah. Namun, keduanya memiliki peran penting untuk bersama-sama mengasuh anak agar anak tumbuh optimal.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini
Aktivitas Anak Kurang Produktif
Survei lain pada 25.164 responden juga menemukan bahwa anak-anak mengakui bahwa aktivitasnya kurang produktif.
Beberapa aktivitas yang dilakukan anak selama di rumah saja adalah menonton teve, tidur, menonton YouTube, bermain gim, dan media sosial.
Selanjutnya, di masa pandemi, kondisi krisis orangtua berdampak pada anak. Sebanyak 42,4 persen ibu dan 32,3 persen ayah menyatakan bahwa mereka melakukan kekerasan fisik kepada anak. Serta, sebanyak 73 persen ibu dan 69,6 persen ayah menyatakan bahwa mereka melakukan kekerasan psikis pada anak.
“Kondisi psikis orangtua berefek domino pada kekerasan yang dilakukan orangtua kepada anak meskipun dalam survei ini anak masih memiliki emosi positif kepada orangtua.”
Advertisement
Total 6.519 Kasus Pengaduan Pelanggaran Hak Anak
Sebelumnya, Rita juga menyampaikan, selama pandemi COVID-19 di 2020, KPAI menerima total 6.519 kasus pengaduan pelanggaran hak anak.
Menurutnya, kasus perlindungan anak tertinggi berasal dari klaster keluarga dan pengasuhan alternatif sebanyak 1.622 kasus.
Klaster yang menduduki peringkat kedua adalah pendidikan dengan 1.567 kasus, kasus anak berhadapan hukum (ABH) sebanyak 1.098 kasus, klaster pornografi dan kejahatan siber 651 kasus.
“Selanjutnya klaster trafficking dan eksploitasi 149 kasus, klaster sosial dan anak dalam situasi darurat 128 kasus, klaster hak sipil dan partisipasi 84, klaster kesehatan dan napza 70 kasus.”
Kasus perlindungan anak lainnya ada 1.011 yang bermakna bahwa kasus perlindungan anak sudah tidak dapat ditampung dalam klaster yang baru dan dibutuhkan pembaharuan. Termasuk di dalamnya juga akibat berkembangnya kasus perlindungan anak.
“Data ini sebenarnya menggambarkan kondisi pandemi, karena kasus keluarga dan pengasuhan alternatif itu meningkat sebagai dampak kondisi orangtua dalam aspek pengasuhan yang bermasalah,” tutup Rita.
Infografis Kekerasan dalam Pacaran
Advertisement