Liputan6.com, Jakarta - Pengujian virus Corona di Myanmar dianggap telah gagal, setelah terjadinya kudeta militer yang memicu kampanye pembangkangan sipil dan protes massal oleh warga Myanmar.
Dilansir laman Channel News Asia, Myanmar melaporkan, jumlah tes COVID-19 harian pada Senin (08/02/2021) anjlok, yakni hanya mencapai 1.987 tes, jumlah tersebut merupakan yang terendah sejak 29 Desember dengan 9.000 tes.
Baca Juga
Selain itu, jumlah tersebut juga terlampau jauh dari rata-rata tes harian sebelumnya, yang mencapai 17.000 tes perhari.
Advertisement
Sejak kudeta dimulai pada 1 Februari lalu, jumlah tes COVID-19 memang cenderung menurun, dimana rata-rata jumlah tes hanya mencapai 9.350.
Salah satu faktor anjloknya jumlas tes, adalah para tenaga kesehatan (nakes) yang seharusnya bekerja untuk melakukan tes ke masyarakat, justru jadi yang terdepan dalam aksi protes menolak kudeta.
Para nakes menghentikan pekerjaannya untuk menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dan pengakuan atas kemenangan besar partainya dalam pemilihan umum November lalu.
Imbas sedikitnya tes yang dilakukan, pemerintah Myanmar hanya melaporkan 4 kasus harian, jauh dibandingkan rata-rata dari hari sebelumnya, yakni 420 kasus COVID-19.
Â
Simak Juga Video Berikut Ini
Kemenkes Myanmar Desak Nakes Kembali Bertugas
Kementerian Kesehatan Myanmar pun mendesak para nakes untuk kembali ke tugas mereka dengan mempertimbangkan kesejahteraan pasien.
Kementerian juga meminta para nakes untuk kembali membantu program vaksinasi di Myanmar yang baru saja dimulai pada 27 Februari lalu, beberapa hari sebelum kudeta dimulai.
Sebelumnya, penggulingan pemerintah sipil oleh militer Myanmar terjadi di tengah pandemi COVID-19. Kudeta dipicu pihak militer Myanmar atau yang lebih dikenal Tatmadaw yang menuding Aung San Suu Kyi dan partai National League for Democracy (NLD) telah melakukan kecurangan pada pemilu November 2020 lalu.
Pemimpin kudeta ini, Min Aung Hlaing dalam pidato perdananya di televisi mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan keputusan yang melarang protes damai yang terjadi di dua kota terbesar di negara itu.
Beberapa pembatasan baru yang diberlakukan adalah adanya larangan pertemuan lebih dari lima orang. Serta diberlakukannya aturan jam malam sejak jam 8 malam sampai jam 4 pagi di Yangon dan Mandalay.
Â
(Penulis: Rizki Febianto)
Advertisement