Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menetapkan rapid test antigen sebagai salah satu metode pemeriksaan COVID-19, untuk pelacakan kontak (tracing), penegakan diagnosis, dan skrining dalam kondisi tertentu.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan bahwa ada beberapa kriteria bagi alat rapid test antigen COVID-19 yang dapat digunakan untuk keperluan-keperluan di atas.
Baca Juga
"Pertama adalah dia sudah memiliki izin edar dari Kementerian Kesehatan," kata Nadia dalam konferensi pers virtualnya pada Rabu (10/2/2021). Untuk mengetahui ini dapat dilihat di infoalkes.kemkes.go.id.
Advertisement
Nadia, mengatakan, beberapa kriteria alat tes yang harus dipenuhi setidaknya sudah memenuhi salah satu syarat seperti mendapatkan rekomendasi Emergency Used Listing (EUL) WHO, memenuhi rekomendasi EUL FDA, atau memenuhi rekomendasi European Medicine Agency.
"Kalau produk antigen tidak memiliki tiga hal tadi, tetapi memiliki sensitivitas lebih dari 80 persen atau spesifisitas lebih dari 97 persen, serta mendapatkan hasil evaluasi Badan Litbangkes atau lembaga independen lain yang ditetapkan Kementerian Kesehatan, maka kriteria pemilihan produk rapid test antigen ini sudah dapat terpenuhi," Nadia menambahkan.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Â
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Tingkatkan dan Percepat Tracing
Nadia, mengatakan, pemilihan produk tes antigen juga penting untuk menjaga kualitas. Hal ini karena saat ini, pemeriksaan tersebut sudah bisa secara langsung menentukan kasus konfirmasi COVID-19.
"Sehingga harus kita pastikan bahwa rapid antigen yang akan disediakan baik itu oleh pemerintah daerah maupun Satgas harus memenuhi kriteria yang sesuai dengan standar," kata Nadia.
Ia berharap agar dengan digunakannya rapid test antigen sebagai alternatif pemeriksaan COVID-19, dapat mempercepat proses tracing kontak dari pasien positif serta meningkatkan tes secara masif tanpa perlu menunggu terlalu lama.
"Kalau tracing bisa kita lakukan seoptimal mungkin, maka kita bisa juga memutus rantai penularan melalui isolasi atau karantina dengan memisahkan kasus positif dari populasi yang sehat," kata Nadia.
Patut diingat bahwa meski tes antigen tetap memiliki potensi false negative. Maka dari itu, Nadia mengatakan bahwa apabila seseorang dinyatakan negatif, maka harus dilakukan tes ulang.
Menurutnya, di daerah-daerah yang sangat sulit atau tidak bisa mendapatkan akses pemeriksaan RT-PCR, konfirmasi bisa dilakukan dengan mengulang pemeriksaan antigen dalam waktu kurang dari 48 jam.
"Tetapi pada daerah-daerah yang memiliki akses terhadap pemeriksaan RT-PCR, maka dilakukan pengambilan spesimen yang kemudian diperiksa dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR," imbuhnya.
Advertisement