Sukses

Dikecam, Sejumlah Lembaga Menilai Aisha Weddings Langgar Berbagai Undang-Undang

Apresiasi juga diberikan kepada Kementerian PPPA yang dengan cepat melaporkan Aisha Weddings ke pihak kepolisian

Liputan6.com, Jakarta - Promosi pernikahan di bahwa umur yang dilakukan Aisha Weddings dikecam oleh sejumlah organisasi perempuan dan pemerhati hak perempuan dan anak. Mereka menilai iklan tersebut melanggar berbagai Undang-Undang.

Mereka menilai tindakan pemilik, pembuat, dan pengelola Aisha Weddings dapat diduga merupakan perbuatan pidana yang secara substantif melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

"Kami dengan tegas menyatakan bahwa apa yang dilakukan Aisha Weddings ini adalah sebuah bentuk kejahatan terhadap anak perempuan, melanggar hak anak, dan termasuk kekerasan berbasis gender," kata Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Yayasan Plan International.

Dini mengapresiasi tanggapan cepat dari semua golongan untuk mengecam apa yang dilakukan Aisha Weddings, termasuk langkah yang diambil oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang melaporkan kejadian itu ke pihak kepolisian.

"Kasus ini sebenarnya merupakan puncak gunung es dari praktik perkawinan anak yang masih menjamur, masih menjadi PR di negara kita, dan kita lihat di masa pandemi ini semakin menjadi-jadi," ujar dalam konferensi pers virtual pada Kamis (11/2/2021).

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

2 dari 4 halaman

Langgar UU ITE

Ferny, perwakilan dari Jaringan AKSI juga merespon pernyataan mengenai yang menyebut bahwa lebih baik menikah daripada orangtua sudah tidak bisa membiayai.

"Jadi seakan-akan pernikahan ini adalah solusi kemiskinan. Padahal belum tentu," kata Ferny pada kesempatan yang sama.

Nursyahbani Katjasungkana, Ketua Pengurus Asosiasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK menilai ada beberapa pelanggaran Undang-Undang dalam promosi pernikahan dini yang dilakukan Aisha Weddings, termasuk UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) hingga terkait pedofilia.

"Yang jelas bahwa dengan flyer atau pamflet, atau website, fanpage di Facebook-nya, jelas bahwa kelompok ini mempromosikan perkawinan anak, perkawinan paksa, perkawinan sirih, poligami, perdagangan perempuan dan anak," kata Nursyahbani.

"Pelanggaran terhadap ITE karena berkaitan dengan hak konsumen itu di dalam UU ITE dinyatakan tidak boleh mempromosikan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, etika, norma sosial, norma kesusilaan."

 

3 dari 4 halaman

Dinilai Mempromosikan Pedofilia

Nursyahbani juga mengatakan bahwa Aisha Weddings mempromosikan pedofilia, "Karena mempromosikan hubungan seksual meski pun di dalam rangka perkawinan tetapi dengan anak-anak."

Dian Kartikasari dari International NGO Forum on Indonesian Development juga mengatakan, jasa layanan yang disediakan Aisha Weddings tak ubahnya perdagangan anak.

"Perdagangan anak terselubung karena di dalam flyer-nya dia menyebutkan bahwa kalau ada orangtua yang mau mencarikan jodoh, sebutkan saja keinginannya apa, dia akan mencarikan jodohnya," kata Dian.

"Bahwa jawaban mereka adalah untuk mengatasi situasi miskin, tidak bisa makan, itu justru jelas menunjukkan apa yang mereka lakukan masuk dalam definisi perdagangan perempuan dan anak."

Dian mengatakan, hal itu karena mereka melakukan bujuk rayu, rangkaian kebohongan, dan tipu muslihat, menggunakan posisi rentan dan relasi yang tidak setara untuk menimbulkan eksploitasi.

4 dari 4 halaman

Eksploitasi Seksual Anak