Liputan6.com, Conakry - Menteri Kesehatan Guinea pada Minggu, 14 Februari 2021, mengonfirmasi bahwa setidaknya tiga orang telah meninggal akibat virus Ebola di Guinea. Ini merupakan kasus kematian pertama yang dicatat Guinea sejak kasus terakhir pada tahun 2016.
"Saya mengonfirmasi bahwa itu adalah Ebola. Hasilnya membuktikannya,” ujar Menteri Kesehatan Guinea Remy Lamah dikutip laman APnews pada Senin, 15 Februari 2021.
Baca Juga
Selain itu, Remy menjelaskan bahwa ada empat orang lainnya dikonfirmasi positif terinfeksi Virus Ebola.
Advertisement
Total tujuh kasus positif tersebut menyerang orang-orang yang menghadiri pemakaman seorang perawat di Goueke, Guinea pada 1 Februari 2021. Mereka menunjukkan gejala infeksi Ebola, seperti demam, diare, dan muntah.
Pemerintah Guinea bergerak cepat dengan segera melakukan pelacakan kontak erat serta mengisolasi kasus yang dicurigai. Mereka juga mengirimkan tim darurat untuk mendukung tim lokal di Goueke dan telah mempercepat pengadaan vaksin Ebola dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pengumuman dari Guinea ini datang satu minggu setelah Kongo timur juga mengonfirmasi memiliki kasus Ebola terbaru, tapi kasusnya tidak terkait.
Pakar kesehatan di Guinea, mengatakan, kasus-kasus terbaru ini bisa menjadi kemunduran besar bagi negara miskin itu, yang juga sedang berjuang melawan COVID-19 dan masih dalam proses pemulihan dari wabah Ebola yang sebelumnya menewaskan sekitar 2.500 orang di Guinea.
Simak Video Berikut Ini
Tewaskan Ribuan Orang pada 2014 - 2016
Lebih dari 11.300 orang tewas dalam wabah Ebola yang juga melanda negara-negara tetangga Guinea, seperti Liberia dan Sierra Leone pada tahun 2014 hingga 2016.
“Kebangkitan Ebola sangat memprihatinkan bagi masyarakat, ekonomi, infrastruktur kesehatan,” ujar asisten profesor kedokteran untuk penyakit menular di Medical University of South Carolina, Dr Krutika Kuppalli.
“Kami masih memahami dampak dari wabah (terakhir) pada populasi,” Kupalli menambahkan.
Pria yang juga direktur unit perawatan Ebola di Sierra Leone selama wabah sebelumnya, menjelaskan, untuk menahan penyebaran Ebola, pemerintah dan organisasi kesehatan internasional harus merespons dengan cepat dan mendidik masyarakat tentang kondisi tersebut.
Salah satu alasan wabah Ebola sebelumnya sangat mematikan, adalah karena virus tidak terdeteksi dengan cepat dan otoritas lokal serta komunitas internasional lambat bertindak ketika kasus pertama kali muncul di bagian pedesaan Guinea.
Pasien awal epidemi, seorang anak laki-laki berusia 18 bulan dari sebuah desa kecil, diyakini telah terinfeksi Ebola dari hewan kelelawar, tetapi setelah kasus tersebut dilaporkan pada Desember 2013, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), butuh berminggu-minggu bagi otoritas terkait untuk meluncurkan peringatan medis.
Imbasnya, saat itu virus sudah terlanjur menyebar dan butuh waktu bertahun-tahun untuk mengakhirinya.
Kasus-kasus baru yang diumumkan hari Minggu ini juga berada di wilayah Nzerekore, tempat yang sama di mana kasus sebelumnya dimulai.
Advertisement
Kekhawatiran Penduduk Lokal
Setelah mendengar kabar kembalinya kasus Ebola ini, penduduk setempat di ibu kota mengatakan mereka khawatir negara tersebut tidak dapat mengatasi wabah baru.
“Berita tentang wabah Ebola di Guinea mengkhawatirkan. Kita sudah kesulitan menghadapi virus Corona, sekarang sistem kesehatannya kewalahan karena dua pandemi,” ujar salah seorang warga Conakry, Mamadou Kone.
"Saya tidak tahu kutukan apa yang menimpa orang Guinea, semua pandemi menimpa kami. Ini seperti negara yang telah terkena kutukan,” ujar seorang tenaga kesehatan Guinea, Mariam Konate.
Pakar kesehatan berharap ketersediaan vaksin Ebola akan membantu mengendalikan wabah ini dengan cepat.
Sementara WHO, pada bulan lalu menyatakan tengah menyiapkan persediaan darurat global sebanyak 500.000 dosis vaksin Ebola, untuk membantu membasmi wabah ini di masa depan, tetapi baru 7.000 dosis yang tersedia pada saat pernyataan ini dikeluarkan.
Ebola sendiri, ditularkan melalui kontak langsung dengan cairan tubuh dari seseorang yang menunjukkan gejala Ebola, atau dari mayat yang positif virus ini.
(Penulis: Rizki Febianto)