Liputan6.com, Jakarta Terkait sanksi bagi penerimja sasaran yang tolak vaksinasi COVID-19, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menegaskan, masyarakat perlu memahami saat ini Indonesia dan dunia dalam kondisi darurat pandemi.
"Saya pikir, kehadiran sanksi sebagai upaya masyarakat ikut menyukseskan vaksinasi COVID-19. Lagi pula kita harus segera juga berupaya mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) 70 persen dari populasi penduduk," kata Daeng saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Senin (15/2/2021).
Advertisement
Sesuai Pasal 13A Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 yang diteken Joko Widodo (Jokowi) pada 9 Februari 2021, warga yang menolak divaksin akan diberi sanksi berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial, layanan administrasi pemerintahan dan/atau denda.
Adapun partisipasi pelaksanaan vaksinasi harus turut didukung masyarakat. Hal ini menyangkut tanggung jawab kesehatan, yang regulasinya--termasuk sanksi--juga diatur dalam undang-undang.
"Saya melihatnya begini, di dalam Undang-undang Kesehatan, Undang-undang terkait Wabah, setiap warga negara memiliki tanggung jawab, dan kewajiban menciptakan sekaligus ikut serta penanggulangan wabah. Salah satunya ikut vaksinasi," terang Daeng.
"Jadi, secara regulasi, sebenarnya sudah diatur dalam undang-undang. Kemudian secara substansi, kita masing-masing bertanggung jawab menciptakan kondisi kesehatan."
Â
Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Harus Bedakan Kondisi Normal dan Darurat Pandemi COVID-19
Daeng menambahkan, masyarakat harus menyadari, kondisi sekarang bukan situasi normal. Pandangan kehadiran sanksi jika menolak vaksinasi COVID-19 perlu dipahami dalam hal kedaruratan kesehatan.
"Yang harus dipahami bersama, kita sedang kondisi emergency, lagi darurat pandemi. Tentunya, berbeda dengan kondisi normal. Nah, ini harus dibedakan," tambahnya.
"Soal sanksi, Saya bukan ahli hukum ya, tapi biasanya ada peraturan, yang mana dalam kondisi normal itu disimpangi. Sekali lag, pandangan kita sekarang, jangan pada pandangan kondisi normal."
Salah satu aturan, sebut Daeng, orang sekarang diwajibkan memakai masker. Apakah itu dibolehkan dalam kondisi normal (bukan situasi pandemi)? Kemudian soal tidak boleh berkerumun di masa pandemi COVID-19, apakah kondisi normal boleh-boleh saja?
"Ya, kalau normal enggak diwajibkan semua pakai masker. Tapi karena kondisi darurat COVID-19 ya diwajibkan pakai masker. Tujuannya, untuk menghentikan kedaruratan wabah ini," imbuhnya.
"Sama saja soal berkerumun. Memangnya kita enggak boleh berkerumun dalam kondisi normal? Ya, boleh, tapi karena sekarang kondisi wabah menjadi tidak boleh. Jadi, hukum darurat pandemi, Saya kira masyarakat perlu tahu."
Advertisement