Sukses

Cerita Dokter Henry Suhendra SpOT, Kakek 66 Tahun yang Kuat Latihan Beban

Dokter Henry Suhendra SpOT masih aktif olahraga angkat beban di usia 66 dan telah memiliki dua orang cucu,

Liputan6.com, Jakarta - Istilah 'Like Father Like Son' rasa-rasanya pantas disematkan kepada pasangan ayah dan anak satu ini, Dr Henry Suhendra SpOT dan drg Nicolas Suhendra SpPros.

Bagaimana tidak? Selain sama-sama bergelar 'dokter', keduanya juga punya satu kebiasaan yang sama, yaitu gemar melakukan latihan beban (weight training).

Dalam sebuah wawancara dengan Health Liputan6.com belum lama ini, Nico, mengaku, jadi menyukai jenis olahraga satu ini berawal dari ajakan Sang Ayah.

Nico bahkan telah membuktikan bahwa dunia kebugaran yang dia geluti selama belasan tahun bisa menjadi ladang cuan sehingga dapur tetap ngebul.

Begitu juga dengan Henry. Usia yang tidak lagi muda bukan penghalang bagi dia berhenti melakukan latihan beban.

Justru Dokter Spesialis Ortopedi di Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk, Jakarta Barat, kian getol berolahraga beban begitu menyadari umur yang terus berkurang.

Butuh bukti kalau semua ini bukan omong kosong? Coba saja intip akun Instagram pribadinya, @b19doc atau akun Faith Orthopaedic Group, @faithorthopaedicgroup.

Siap-siap saja Anda akan dibuat terkagum-kagum saat melihat pria 66 tahun masih bisa pull up, push up, bahkan squats menggunakan beban tambahan seberat 30 kilogram (kg).

Henry bercerita bahwa olahraga ini telah digelutinya sejak muda dulu. Tidak hanya angkat beban, olahraga lain pun sempat dia tekuni.

"Dari muda saya latihan, ikut karate, taekwondo juga saya ikut dulu, jadi, sejak muda saya selalu olahraga," kata Henry kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon.

 

Simak Video Berikut Ini

2 dari 4 halaman

Dokter Henry: Latihan Itu Adalah Obat

Pria kelahiran Makassar tahun 1955 ini punya motto dalam hidupnya, yakni 'Excercise is medicine'.

"Bukan 'Excercise is like a medicine', jadi, latihan itu bukan seperti obat, tapi latihan itu adalah obat," Henry menegaskan.

Henry, mengaku, dengan olahraga yang dia tekuni, dirinya dapat melakukan berbagai hal yang mungkin tidak dapat dilakukan orang lain yang seusianya.

"Saya bisa pull up 15 kali, mana yang bisa, saya bisa push up 40 kali," katanya.

 
 
 
View this post on Instagram

A post shared by Klinik Ortopedi (@faithorthopaedicgroup)

Bukan untuk pamer. Lewat kemampuannya tersebut Henry ingin dijadikan sebagai motivasi untuk orang lain agar mau berolahraga.

Tidak hanya untuk masyarakat umum, lanjut Henry, para dokter juga harus giat berolahraga supaya bisa menjadi inspirasi bagi pasiennya.

Dokter yang telah berpengalaman di bidang ortopedi selama 30 tahun, menjelaskan, masih banyak orang, bahkan kalangan medis yang salah menilai olahraga angkat beban. 

Mereka seringkali menanggap olahraga angkat beban tidak baik untuk orang lanjut usia (lansia).

"Bukan hanya kalangan awam ya, tapi banyak dokter juga masih salah kaprah bilang kalau sudah tua jalan kaki saja cukup. Padahal tidak," kata Henry.

Berdasarkan data yang Henry terima, pada Januari 2021, jumlah orang berumur 60 tahun ke atas mencapai 25,7 juta jiwa. Sedangkan saat tahun 2050, jumlah orang berusia di atas 60 akan lebih banyak daripada orang berumur 15 tahun.

"Bayangkan segitu banyak orang sakit semua, kenapa saya bilang sakit semua, karena sekali kita tidak latihan beban, otot kita kan susut," katanya.

3 dari 4 halaman

Massa Otot Terus Berkurang Sejak Usia 40

Henry kekeuh mengajak orang-orang untuk mulai sadar pentingnya berolahraga beban. Dia, mengatakan, olahraga ini bukan sekadar agar tubuh tampak lebih proporsional, tapi punya keuntungan berkepanjangan hingga tua nanti.

Henry, menjelaskan, saat seseorang menginjak usia 40, massa ototnya akan mulai menyusut satu persen tiap tahunnya. Tahu tidak, kalau tiap satu persen massa otot menyusut, akan berdampak pada penurunan fungsi tubuh sebanyak tiga persen?

"Jadi, bayangkan orang umur 70 tahun, berarti sudah 30 tahun ototnya susut. Sudah susut 30 persen. Berarti fungsi turun 90 persen. Makanya kita lihat orang tua itu jalan saja perlu dituntun," kata Henry.

 
 
 
View this post on Instagram

A post shared by dr.HENRY SUHENDRA SpOT, (@b19doc)

Itu mengapa Henry kerap berbagi video berisi informasi terkait manfaat latihan beban. Ketika aktivitas ini menjadi sebuah kebiasaan yang rutin dilakukan, sama dengan berkontribusi memertahankan massa otot. 

Sebab, dengan massa otot yang baik, juga sangat berguna untuk tulang.

"Kalau ototnya susut dan tipis, jadinya sarcopenia. Itu tulang akan ikut, apa yang kita sebut tulang keropos atau osteoporosis, itu kalau patah membutuhkan biaya besar untuk operasi, dan yang operasi pun tidak akan kembali 100 persen seperti semula," Henry menjelaskan.

Sebagai upaya agar kondisi tersebut tidak semakin 'menelan' banyak korban, Henry menginisiasi berdirinya sebuah komunitas bernama Komunitas Indonesia Lawan Osteo-Sarcopenia (KILO)

"KILO itu baru didirikan beberapa bulan, karena kita ingin menciptakan wadahnya," katanya.

 

 

4 dari 4 halaman

Latihan Beban Turunkan Risko Metabolic Syndrome

Ketua Faith Orthopaedic Group ini menjelaskan bahwa dengan rutin olahraga latihan beban dapat membantu seseorang menurunkan risiko terkena metabolic syndrome karena meningkatnya massa otot.

Metabolic syndrome sendiri, adalah sekelompok kondisi yang meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes. Biasanya, risiko seseorang terkena kondisi ini akan semakin besar seiring bertambahnya usia.

"Metabolic syndrome itu terdiri dari darah tinggi, insulin resistens, yang membawa kita ke diabetes tipe dua, terus gangguan lemak, kolesterol, lalu akhir-akhir ini obesitas," kata Henry.

"Jadi, otot bukan hanya melindungi tulang, tapi ada perannya juga ke penyakit-penyakit metabolik, sehingga tidak cukup hanya olahraga jalan-jalan pagi," Henry menambahkan.

Faith Orthopaedic Group merupakan kumpulan para dokter spesialis orthopaedi yang memiliki keahlian spesifik seperti kaki dan ankle, tangan, panggul, lutut, bahu, tulang belakang, dan kedokteran olahraga. Grup ini berdiri sejak 2014 di Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk. 

 
 
 
View this post on Instagram

A post shared by dr.HENRY SUHENDRA SpOT, (@b19doc)

Tips Bagi Lansia yang Ingin Latihan Beban

Henry menyarankan bagi orang yang sudah lanjut usia dan ingin berolahraga latihan beban, ada baiknya berkonsultasi terlebih dahulu ke dokter spesialis.

Hal tersebut bertujuan guna mengetahui massa otot orang tersebut. Dengan mengetahuinya dapat ditentukan beratan beban yang akan diangkat untuk pertama kali.

"Semua orang beda-beda (berat beban yang bisa diangkat), tergantung ototnya sudah susut berapa, yang penting itu mulainya harus bertahap, gradually. Bertahapnya mulai berapa kilo, tiap orang beda, jadi harus diawasi dan diperiksa terlebih dahulu," katanya.

"Kalau langsung datang ke gym yang ada sekarang, mungkin personal trainernya cukup mengerti, tapi apakah mereka mengerti cara menghadapi orang tua ini, kan beda," Henry menambahkan.

Henry pun memberikan beberapa tips berguna bagi lansia pemula yang berminat untuk melakukan latihan beban. Mulailah dari beban yang paling ringan, bahkan tidak masalah untuk memulai dengan beban tubuh diri sendiri. Kemudian diteruskan secara bertahap sehingga terlihat adanya peningkatan berat beban latihannya.

“Terhadap orang tua ini kita lebih hati-hati, beban lebih ringan dan semua beban itu tentu dimulai dengan yang ringan sekali dulu bahkan kalau perlu hanya pakai berat badan kita, tidak pakai besi dulu, kemudian bertahap dinaikkan karena tetap prinsip olahraga beban berlaku walaupun di orang tua yaitu progressive overload karena di otot ada mekanisme adaptasi yang luar biasa,” Henry menjelaskan.

Selain itu juga terdapat hal penting yang tidak boleh luput dari Kita sebagai para lansia. Beban yang digunakan untuk latihan, harus terus mengalami peningkatan beban. Sebab jika tidak, bukan otot bertambah yang didapatkan akantetapi malah sebaliknya yakni penyusutan otot.

“Jadi kalau kita tetap sama bebannya nanti bukannya bertambah, tapi otot malah susut. Makanya harus betul-betul diawasi,” katanya.

 

Saran Henry Olahraga di Tengah Pandemi COVID-19

Meski pandemi COVID-19 masih merebak di Indonesia, Henry mengingatkan bahwa olahraga tetap bisa dan harus terus dilakukan, karena banyak jenis olahraga yang minim interaksi dengan orang lain.

"Olahraga kan ada dua, aerobik dan an-aerobik. Kalau aerobik untuk meningkatkan kapasitas jantung kita, itu bisa dengan jalan, atau jalan cepat, sepeda juga, berenang juga, tapi kalau berenang harus cari tempat yang dibatasi orangnya," katanya.

"Selain aerobik perlu juga an-aerobik, apa itu, itu bisa latihan beban, dan lain-lain, itu kan bisa di rumah," Henry melanjutkan.

 

(Penulis: Rizki Febianto)