Liputan6.com, Jakarta Menekan angka perkawinan anak masih menjadi perhatian utama BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional). Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan sex education (pendidikan seksual) kepada anak-anak. Pendidikan seksual yang tepat bermanfaat untuk memupuk kesadaran anak tentang pengetahuan kesehatan reproduksi. Sayangnya, pendidikan seksual masih dianggap tabu.
“Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi itu penting, tetapi saat ini pendidikan seksual masih dianggap tabu. Masih ada anggapan bahwa sex education (pendidikan seksual) itu mengajarkan anak untuk melakukan hubungan seksual,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Bincang Editor bersama Liputan6.com.
Baca Juga
Meski begitu, upaya sosialisasi melalui penanaman soal risiko kehamilan usia dini berdasarkan ilmu pengetahuan terus diberikan kepada generasi muda, khususnya remaja.
Advertisement
“Sosialisasi dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman ilmu-ilmu sains organ reproduksi yang berkaitan dengan resiko pernikahan dini. Mari kita bekali kaum muda dengan ilmu, nanti ilmu akan merubah pola pikir mereka,” kata Hasto.
Kesulitan untuk mengubah perilaku seseorang untuk tidak melakukan pernikahan di usia anak-anak akan lebih mudah apabila pihak BKKBN diberikan kesempatan memberikan sosialisasi berkaitan dengan pendidikan seksual di berbagai lembaga pendidikan, seperti sekolah, madrasah, pesantren, dan seterusnya.
Saat ini, sosialisasi yang dilakukan oleh BKKBN menggunakan pendekatan ‘menjadi sahabat remaja’ dengan cara mengusung relawan generasi muda yang disebut sebagai Duta Genre.
Simak Videonya Berikut
BKKBN Pendekatan ke Pemuka Agama
Salah satu cara yang saat ini juga dilakukan BKKBN dalam menurunkan angka perkawinan anak dengan melakukan pendekatan pemuka agama. Tujuannya agar pemahaman bahaya pernikahan dini secara sains mampu melebur dengan pemahan agama.
“Saat ini yang dibutuhkan adalah ruang untuk berdialog akan hal ini masih kurang luas. Saya sendiri optimis, karena pihak-pihak pemuka agama seperti ustad, romo, pendeta. Itu sangat terbuka akan logika ilmu. Mereka bisa menerima ketika kita mampu mengkomunikasikannya, melalui fakta-fakta sains yang dikaitkan dengan kekuasaan Sang Pencipta. Sehingga ruang yang ada harus terus menerus untuk membicarakan hal ini,” ujar Hasto.
Irna Gustiawati selaku Pemimpin Redaksi Liputan6.com menambahkan, “Mungkin akan jauh lebih masuk lagi pemahaman akan bahaya pernikahan dini, ketika yang membicarakannya adalah para pemuka agama kepada para jemaatnya. Pesan juga lebih mudah dicerna apabila penjelasan pemuka agama ditambahkan dengan pemahaman sains seperti yang dilakukan BKKBN. Misalnya, ketika ceramah sholat jumat yang mana banyak pendengar laki-laki, mereka juga harus mengerti akan pemahaman bahaya dari pernikahan dini, meskipun laki-laki ini tidak merasakan efeknya secara biologis.”
Penulis : Rissa Sugiarti
Advertisement