Liputan6.com, Jakarta Peneliti dari Indonesia kembali terlibat dalam salah satu uji klinis terkait COVID-19 yang berskala global. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi pengobatan terhadap virus corona yang disebut The Randomised Evaluation of COVID-19 Therapy (RECOVERY).
Dalam keterangan persnya, studi RECOVERY pertama kali dilaksanakan di Inggris pada Maret 2020, untuk mengevaluasi pengobatan mana yang paling efektif untuk melawan COVID-19.
Baca Juga
Studi ini memberikan rekomendasi yang mengubah perawatan klinis, termasuk temuan bahwa steroid dengan harga terjangkau, deksametason, dan pengobatan anti-inflamasi, tocilizumab, secara signifikan mengurangi risiko kematian pada pasien COVID-19 rawat inap bergejala berat.
Advertisement
Rekomendasi ini kemudian digunakan pada praktik klinis di seluruh dunia untuk membantu menyelamatkan nyawa pasien dan memprioritaskan sumber daya perawatan kesehatan.
Erni Juwita Nelwan, peneliti utama dan kepala studi RECOVERY di Indonesia mengatakan, studi ini juga telah membantu Indonesia untuk merencanakan sumber dayanya agar lebih efektif.
"Misalnya klorokuin atau hidroksiklorokuin tidak lagi direkomendasikan untuk mengobati COVID-19 dan obat deksametason telah masuk dalam rekomendasi pengobatan COVID-19 di RS di Indonesia," kata Erni dalam konferensi persnya pada 19 Februari 2021.
Erni menjelaskan, di Indonesia studi ini akan dimulai dengan evaluasi penggunaan aspirin dan kolkisin yang sudah tersedia dan terjangkau. Serupa dengan pelaksanaan di Inggris, uji coba ini bersifat adaptif dan obat baru dapat ditambahkan seiring berjalannya waktu.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Â
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Competitive Study
Beberapa rumah sakit pertama yang akan terlibat dengan studi ini di Indonesia adalah RS Metropolitan Medical Centre (MMC) Jakarta, RS Martha Friska Medan, dan RS Hasan Sadikin Bandung.
"Nanti akan menyusul juga, Insyaallah dengan Surabaya yaitu Unair dan beberapa lokasi lain, total direncanakan akan ada enam, tetapi kami masih melihat jumlah pasien yang bisa direkrut dari lokasi-lokasi baru yang akan ditentukan kemudian," kata Erni.
Erni menjelaskan, RECOVERY merupakan suatu competitive study. Ini artinya, Indonesia diberikan target tertentu. "Dengan sesegera mungkin kita memulai, dengan target yang telah ditetapkan yaitu 350 di setiap site, kalau ini belum dipenuhi oleh negara lain yang ikut maka kita akan memberikan sumbangan secara aktif."
Ia mencontohkan, pada arm penelitian mengenai tocilizumab, saat itu kasus COVID-19 sedang tinggi di Inggris sehingga mereka pun memenuhi semua target yang dibutuhkan. Bagian ini pun akhirnya ditutup.
"Sehingga kami yang awalnya menyiapkan pemberian untuk tocilizumab akhirnya kemudian mundur karena memang sudah terpenuh. Sekarang kita mulai dengan kolkisin dan pemberian aspirin," kata Erni.
Erni menargetkan agar pekan depan, mereka sudah mulai bisa "berkontribusi secara nyata dalam bentuk publikasi yang bisa digunakan sebagai dasar pengobatan di Indonesia dan juga di banyak tempat di dunia."
Pelaksanaan studi RECOVERY di Indonesia ini merupakan salah satu hasil dari kemitraan yang sudah terjalin lama antara FKUI dan Oxford University, serta dukungan dari berbagai mitra penelitian dan rumah sakit di Indonesia.
Advertisement