Liputan6.com, Jakarta Prof. Dr. dr. Jenny Bashiruddin, Sp. THT-KL(K) dari Perhimpunan Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI-KL) mengungkap kendala yang dihadapi perhimpunannya terkait gangguan pendengaran di Indonesia.
Menurutnya, salah satu kendala yang dihadapi adalah belum adanya program nasional kesehatan telinga dan pendengaran yang diatur oleh undang-udang agar pelayanan kesehatan telinga terjangkau oleh masyarakat.
Baca Juga
“Kemudian, ternyata sikap, pengetahuan, dan perilaku masyarakat terhadap kesehatan telinga dan pendengaran masih belum baik,” ujar Jenny dalam seminar daring, Selasa (2/3/2021).
Advertisement
Di sisi lain, penyediaan biaya dan alat-alat untuk habilitasi dan rehabilitasi pendengaran masih cukup mahal seperti disampaikan masyarakat melalui survei PERHATI-KL baru-baru ini.
“Jadi tentunya apabila kita ingin meningkatkan kesehatan pendengaran maka kita perlu deteksi dini dan ini memerlukan alat-alat, mengapa alat-alat ini mahal? Karena belum dibebaskan dari biaya cukainya.”
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Simak Video Berikut Ini
Belum Ada Deteksi di Sekolah
Lebih lanjut, Jenny juga menyinggung tentang belum adanya deteksi dini bagi anak-anak di sekolah.
“Anak-anak di sekolah juga belum ada deteksi yang cukup padahal banyak masalah kotoran telinga dan infeksi telinga tengah yang terjadi tapi tidak terdeteksi dengan baik.”
Masalah infeksi telinga tengah jika dibiarkan saja akan menjadi parah dan terkadang memerlukan tindakan operasi untuk menanganinya, tambah Jenny. Walaupun pada beberapa kasus infeksi telinga dapat sembuh sendiri, tapi `infeksi tersebut dapat memicu gangguan pendengaran yang sangat mengganggu.
“Kemudian bagi remaja, belum ada peraturan dari Kementerian Pendidikan terutama pada pelajar yang berhubungan dengan bising seperti Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).”
Pihak Jenny telah melakukan penelitian tentang pelajar SMK dan hasilnya kebanyakan anak SMK tidak menggunakan pelindung telinga ketika melakukan praktik yang erat kaitannya dengan kebisingan. Hal ini pada akhirnya bisa memicu gangguan pendengaran pada pelajar-pelajar tersebut.
“Juga pada pekerja-pekerja, walaupun secara formal sudah dilakukan program konservasi pendengaran, tapi belum semua melakukan hal tersebut mungkin karena keterbatasan biaya dan sebagainya untuk memberikan alat pelindung pendengaran sehingga banyak juga pekerja yang terdampak,” tutupnya.
Advertisement