Liputan6.com, Jakarta - Berawal dari niat untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan gigi, drg. Belinda Chandra Hapsari justru kerap dianggap mematikan rezeki orang lain. Tetapi itu bukan penghalang. Bagi dokter gigi kelahiran Semarang, 13 Desember 1988 ini, apa yang dilakukannya bukanlah sebuah kesalahan.
“Motivasi awalnya itu, karena kesehatan gigi saat ini masih dianggap sepele, dianggap remeh, dan belum menjadi concern yang sangat utama buat masyarakat,” ujar Belinda saat berbincang melalui sambungan telepon dengan Health Liputan6.com, ditulis Selasa, 2 Maret 2021.
Baca Juga
Niat baik Dokter Belinda untuk menyebarkan informasi mengenai kesehatan gigi ini, dilakukannya melalui media sosial Twitter @belindch sejak dua tahun belakangan.
Advertisement
“Mulainya sejak 2 tahun lalu, sekitar tahun 2018an, ketika aku mulai twitter-an lagi, sharing-nya dimulai melalui akun pribadi,” Belinda menambahkan.
Belinda juga mengatakan bahwa kondisi kesehatan gigi seseorang itu sangat menentukan kesehatan tubuh lainnya. Sehingga, beliau sering membagikan informasi seputar kesehatan gigi kepada para pengikutnya.
“Padahal kesehatan gigi itu bisa berpengaruh ke seluruh tubuh. Jadi, di situ aku mau kasih info-info seputar gigi. Nah, respons followers juga banyak baru tahu sama apa yang aku share, oh ternyata nggak semengerikan itu, oh ternyata hal-hal yang mengerikan dari kesehatan gigi itu bisa dicegah.”
Namun, tak jarang upayanya ini dianggap mematikan rezeki tukang gigi yang acap kali melakukan aksinya tanpa bekal pengetahuan mumpuni.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Simak Video Menarik untuk Mencegah Gigi Berlubang
Beda Tugas Tukang Gigi dengan Dokter Gigi
Aksi tukang gigi tidak akan lancar apabila pelanggannya memiliki pengetahuan yang cukup akan batasan tugas antara dokter gigi dan tukang gigi. Belinda menuturkan perbedaan mendasar antara dokter gigi dengan tukang gigi, yakni tingkat pendidikannya.
“Kalau dokter gigi itu jelas merupakan profesi, ada pendidikan resminya, kewenangannya juga tertera jelas baik itu dari PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) maupun Kementrian Kesehatan,” kata Belinda.
Memang tidak jelas standar minimal pendidikan yang harus dimiliki seorang tukang gigi tradisional di Indonesia. Tetapi ada peraturan tersendiri yang menjabarkan sejauh mana praktik yang dapat dilakukan oleh seorang tukang gigi.
“Kalau tukang gigi, sebenarnya ada legalitasnya itu dari Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi. Disitu dinyatakan kalau pekerjaan yang boleh dilakukan oleh tukang gigi hanyalah memasang gigi tiruan dari bahan akrilik (heat curing acrylic), harus lepasan (non permanen) dan tidak boleh menutupi sisa akar, hanya itu sebenarnya,” Belinda menambahkan.
Jadi apabila ada tukang gigi yang melayani pemasangan kawat gigi, maka tindakan itu dapat dikatakan ilegal. Tidak hanya ilegal, tetapi juga termasuk melawan hukum dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Seharusnya, tidakan seperti itu dikenakan dendan, tegas Dokter Belinda.
Advertisement
Mengedukasi Melalui Media Sosial, KORTUGI
Karena masih banyak masyarakat yang harus dicekoki ilmu-ilmu serta pengetahuan lebih tentang cara merawat gigi yang benar dan aman. Maka hadir media sosial instagram @korbantukanggigi sebagai upaya para dokter gigi termasuk di dalamnya Dokter Belinda, bekerjasama memberantas ulah nakal tukang gigi melalui postingan-postingan contoh kasus permasalahan gigi dan mulut.
Dokter gigi lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada ini, digaet langsung oleh seniornya semasa kuliah dahulu untuk bergabung kedalam tim Korban Tukang Gigi (Kortugi).
“Kortugi itu baru up tahun 2016. Founder-nya, drg Rifqie Al Haris, kakak tingkatku. Beliau membuat tim, salah satunya saya. Tim tersebut terdiri dari beberapa dokter spesialis, ada spesialis konservasi, orthodontist, prosto, penyakit mulut, perio, bedah mulut, juga bekerjasama dengan beberapa influencer lain seperti koas gigi sinting,” kata Belinda.
Kehadiran media sosial Kortugi juga bukan semata-mata mengedukasi saja, tetapi juga mendorong masyarakat yang menjadi korban tukang gigi supaya berani bersuara untuk melaporkan tindakan ilegal tersebut.
“Nah, fungsi dari kita memberikan informasi melalui kortugi juga itu untuk mengedukasi masyarakat agar sadar, siapa tahu dari mereka juga ada yang menjadi korban itu bisa melakukan pelaporan, gitu. Jadi, yang ilegal-ilegal begini, kita harapannya bisa diberantas. Karena dari pemerintah sendiri kurang memperhatikan kesehatan gigi, pelaksanan Permenkes No. 39 Tahun 2014 juga belum optimal, juga kurangnya pembinaan terhadap tukang gigi,” Belinda menambahkan.
Jadi, tidak hanya masyarakatnya saja yang minim informasi akan pengetahuan tukang gigi. Tetapi tukang gigi yang melakukan pratik-praktik ilegal tidak mengetahui yang dilakukannya tidak benar.
Temuan Pribadi Kasus Tukang Gigi, Pasien Tidak Mampu Makan dengan Benar
Dokter Belinda telah menemukan banyak kasus pasien yang menjadi korban tukang gigi. Kasus yang paling sering ia jumpai adalah permasalahan terkait kawat gigi.
“Kalau saya sudah banyak bertemu korban tukang gigi, biasanya pemasalahan ortho atau tentang behel itu,” tutur Belinda.
Menurutnya, kasus pemasangan kawat gigi yang bermasalah ini banyak terjadi karena behel saat ini diartikan sebagai suatu tren. Kasarnya, bisa dikatakan memasang kawat gigi hanya sebagai gaya-gayaan saja.
Dari sekian banyak kasus yang telah ditemui, ada satu kasus terparah hingga si pasien tidak dapat makan dengan semestinya. Hal ini disebabkan rahang atas dan bawah tidak sudah tidak saling bertemu, akibatnya tidak dapat mengunyah makanan.
“Kasus paling seriusnya itu terjadi pada oklusi, rahang atasnya sudah terlalu melebar sehingga sudah tidak bertemu dengan rahang bawah. Pasien ini juga sudah tidak bisa makan dengan baik dan semestinya,” kata Belinda
Saking parahnya, Belinda yang saat ini bertugas di Puskesmas Kramat, Kabupaten Tegal, per 1 Februari 2021, sudah tidak lagi mampu menangani dan menyarankan untuk mendatangi ahlinya saja.
“Karena saya ditugaskan di Puskesmas jadi saya tidak dapat melakukan banyak, selain itu juga saya bukan spesialis ortho jadi saya tidak terlalu memahami tindakan apa yang harus dilakukan,” pungkasnya.
Penulis: Rissa Sugiarti
Advertisement