Liputan6.com, Jakarta - Sebuah survei global tahunan yang dilakukan oleh Philips terhadap 13 ribu orang dari 13 negara menemukan, 70 persen responden mengalami satu atau lebih gangguan tidur sejak pandemi.
Di negara-negara Asia Pasifik sendiri, sebanyak 71 persen responden mengalami gangguan tidur. Kebanyakan dari mereka terjaga hingga larut karena khawatir dengan pekerjaan atau tantangan finansial dan membaca berita-berita terkait COVID-19 di tempat tidur mereka. Survey berjudul Seeking Solutions: How COVID-19 Changed Sleep Around the World tersebut juga mencatat sebanyak 41 persen responden tidak puas dengan kualitas tidur mereka, meski mendapatkan rata-rata tidur hingga 7,2 jam tiap malam.
Baca Juga
Dr. Andreas Prasadja, RPSGT dari Snoring & Sleep Disorder Clinic, RS Mitra Kemayoran Jakarta menyebut gangguan tidur akan menyebabkan peningkatan sel inflamasi atau peradangan dalam tubuh. Pada akhirnya, tubuh jadi lebih mudah sakit dan rentan terpapar virus.
Advertisement
“Efisiensi tidur dilihat dari total seseorang tidur dibagi jumlah total dia di tempat tidur. Kalau dia di tempat tidur 8 jam tapi tidurnya cuma 5 jam artinya efisiensinya buruk. Kalau di tempat tidur 8 jam dan tidurnya juga 8 jam berarti efisiensinya 100 persen,” kata Andreas dalam acara yang digelar oleh Philips Indonesia secara virtual pada Selasa (16/3/2021).
“Kalau efisiensinya lebih dari 98 persen, ia lebih kuat terhadap flu,” lanjut Andreas.
Simak juga video berikut
Istilah Coronasomnia
Andreas menyebut coronasomnia sebenarnya hanya istilah yang merujuk pada gangguan tidur pada masa pandemi.
“Coronasomnia lebih disebabkan karena isolasinya, yang bekerja di rumah juga banyak yang mengalami ini. Banyak ahli bilang disebabkan stres atau cemas,” ujarnya.
Menurut Andreas, orang-orang yang isolasi, sepanjang hari suasana lingkungannya cenderung monoton. Begitu pula dengan aktivitas yang dilakukan, sehingga ritme sirkadian seseorang menjadi hilang. Hal ini bisa menyebabkan insomnia.
Ia mengungkapkan cara mengatasinya adalah dengan membedakan siang dan malam, mulai dari aktivitas hingga jam kerja.
“Kalau santai jangan santai terus, kerja juga jangan sampai malam. Bila perlu pakaian diatur, jangan pakai piama seharian, pakai daster seharian,” katanya.
Untuk mengatasi gangguan tidur, Andreas juga menganjurkan untuk tidak bekerja di kamar tidur dan mengatur pencahayaan.
Penulis: Abel Pramudya Nugrahadi
Advertisement