Liputan6.com, Jakarta Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Dr. H.M. Asrorun Ni'am Sholeh, MA, menjelaskan Fatwa Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin COVID-19 AstraZeneca.
Asrarun menjelaskan vaksin yang diproduksi di Korea Selatan ini hukumnya haram karena menggunakan bagian dari babi. Walau demikian, vaksin AstraZeneca tetap boleh digunakan dengan pertimbangan lima alasan.
Baca Juga
“Vaksin COVID-19 AstraZeneca ini haram karena dalam proses produksinya memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi. Walau demikian, penggunaan vaksin ini hukumnya dibolehkan,” ujar Asrorun dalam konferensi pers Jumat (19/3/2021).
Advertisement
Lima alasan dibolehkannya penggunaan vaksin AstraZeneca adalah:
-Ada kondisi kebutuhan yang mendesak yang menduduki darurat syari.
-Ada keterangan dari ahli yang kompeten tentang adanya bahaya atau risiko fatal jika tidak segera dilakukan vaksinasi COVID-19.
-Ketersediaan vaksin COVID-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi guna ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok.
-Ada jaminan keamanan penggunaannya oleh pemerintah.
-Pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin COVID-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia baik di Indonesia maupun di tingkat global.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini
Melalui Kajian Mendalam
Kelima alasan ini didapatkan berdasarkan pengkajian mendalam sebagai wujud tanggung jawab keagamaan MUI dan pemeriksaan dokumen terkait bahan dasar dan proses produksi vaksin COVID-19 AstraZeneca.
Kemudian, ditindaklanjuti dengan rapat untuk mendengarkan keterangan pemerintah, terutama terkait urgensi vaksinasi dan keterangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait keamanan vaksin dan juga keterangan dari produsen AstraZeneca serta PT Biofarma yang bertanggung jawab tentang pengadaan dan distribusi vaksin tersebut.
Fatwa Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin ini telah ditetapkan pada 16 Maret oleh MUI. Kemudian, pada 17 maret diserahkan kepada pemerintah, dan pada 19 Maret dijelaskan terkait isi fatwanya, tutup Asrorun.
Advertisement