Sukses

Lebih Banyak Orang Berbelanja Bukan karena Butuh

Pakar menyebut 95 persen keputusan berbelanja berdasarkan emosional, bukan logika.

Liputan6.com, Jakarta Wanita kerap disebut-sebut hobi berbelanja. Ketika ada diskon atau tawaran menarik saja jarang dilewatkan. Jika begitu, seseorang berbelanja karena butuh atau emosi sesaat?

Dr Stuart Farrimond, seorang dokter yang juga penulis kesehatan buku bestseller, menuliskan dalam bukunya The Science of Living bahwa 95 persen keputusan berbelanja itu berdasarkan emosional, bukan logika.

Menurut Farrimond, Anda mungkin mengira sebagai pembelanja yang cerdas. Namun, ketika Anda membeli barang baru, pertama-tama untuk memuaskan pikiran emosional.

“Hanya setelah itu, mungkin dalam perjalanan pulang, Anda berpikir dengan logika mengapa memilihnya dengan alasan paling masuk akal,” kata Farrimond.

 

2 dari 3 halaman

Cara Terhindar Belanja Emosional

Farrimond menyampaikan ada cara agar Anda terhindari dari membeli sesuatu yang belum dibutuhkan. Apalagi kalau harganya mahal. Hindari mencoba gratis alias free trial.

Anda mungkin ditawarkan mencoba dulu sebelum membeli. Namun kalau sudah mulai mencobanya maka pada akhirnya membeli juga.

Kalau dari akal sehat, cara itu tampaknya menarik. Kebijakan menawarkan itu memberi kesempatan kepada kita untuk memastikan bahwa kita membelanjakan uang untuk sesuatu yang sesuai dengan persyaratan kita.

Namun, kebijakan mencoba gratis ini sebenarnya siasat yang membuat kita merasa memiliki produk tersebut.

Cara tersebut diistilahkan sebagai "efek endowmen", Anda tidak ingin mengembalikan produk karena pikiran Anda melihatnya sebagai milik Anda.

“Ingat bahwa secara statistik tidak mungkin Anda akan mengembalikan barang bernilai tinggi, seperti mobil, tempat tidur, atau smartphone,” jelasnya.

3 dari 3 halaman

Infografis