Liputan6.com, Jakarta: Penyesalan dirasakan Edison Poltak Siahaan. Mantan perokok berat berusia 74 tahun ini kehilangan pita suaranya akibat kanker laring yang dideritanya. Satu pesan yang tak pernah bosan-bosan disampaikan ke kelima anaknya agar tidak merokok.
"Saya selalu katakan pada anak-anak, lihat bapak akibat rokok," ujar pria yang pernah bekerja di perusahaan swasta properti itu dalam konferensi pers di Kantor Sekretariat Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Senin (12/11/2012).
Suara Edison kini parau seperti robot. Lubang terdapat di lehernya yang menjadi bukti nyata bahwa ia telah kehilangan pita suara untuk selamanya. Ia sebelumnya termasuk perokok berat. Ia tidak pernah membeli rokok per bungkus melainkan langsung per pak.
Edison menjalani operasi pada 2001. Namun saking candunya, menjelang operasi Edison masih saja mengumpet-ngumpet untuk merokok. Pada Juni 2001, ia koma dan tak bisa berbicara, tidak bisa bernapas, berat badannya turun 15 kg. Operasi pengangkatan pita suara harus segera dilakukan. Dokter mengatakan kepadanya, setelah operasi, ia tidak lagi berbicara.
Pernyataan dokter itu bagaikan tamparan untuk dirinya. Ia stres membayangkan jika tidak bisa tertawa, berteriak, dan bernyanyi yang menjadi kegemarannya.
Operasi tetap harus dijalankan. Tapi sejak kehilangan pita suaranya, otomatis Edison melepaskan pekerjaannya di sebuah perusahaan swasta dan terpaksa melupakan hobi bernyanyinya. Dengan operasi itu, Edison langsung berhenti total. "Kalau tidak operasi mungkin saya masih merokok," tegasnya.
Derita akibat rokok itu tak hanya dirasakan dirinya, keluarganya secara tidak langsung ikut menanggungnya. Apalagi ia tidak lagi bisa bekerja lagi. Penyakitnya itu membuatnya harus menjual mobil, tanah, dan mengambil deposito tabungan untuk operasi. Apalagi, saat itu masih ada satu anaknya yang belum lulus kuliah.
"Jika tidak merokok, mungkin saya masih bisa bernyanyi, aktif ke sana-kemari, tidak kehilangan mata pencaharian," kenangnya.
Penyesalannya itu membuat Edison berpesan untuk generasi muda. "Kalau merokok dan berusaha mengurangi, itu non sense. Harus berhenti total," tegasnya.(MEL)
"Saya selalu katakan pada anak-anak, lihat bapak akibat rokok," ujar pria yang pernah bekerja di perusahaan swasta properti itu dalam konferensi pers di Kantor Sekretariat Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Senin (12/11/2012).
Suara Edison kini parau seperti robot. Lubang terdapat di lehernya yang menjadi bukti nyata bahwa ia telah kehilangan pita suara untuk selamanya. Ia sebelumnya termasuk perokok berat. Ia tidak pernah membeli rokok per bungkus melainkan langsung per pak.
Edison menjalani operasi pada 2001. Namun saking candunya, menjelang operasi Edison masih saja mengumpet-ngumpet untuk merokok. Pada Juni 2001, ia koma dan tak bisa berbicara, tidak bisa bernapas, berat badannya turun 15 kg. Operasi pengangkatan pita suara harus segera dilakukan. Dokter mengatakan kepadanya, setelah operasi, ia tidak lagi berbicara.
Pernyataan dokter itu bagaikan tamparan untuk dirinya. Ia stres membayangkan jika tidak bisa tertawa, berteriak, dan bernyanyi yang menjadi kegemarannya.
Operasi tetap harus dijalankan. Tapi sejak kehilangan pita suaranya, otomatis Edison melepaskan pekerjaannya di sebuah perusahaan swasta dan terpaksa melupakan hobi bernyanyinya. Dengan operasi itu, Edison langsung berhenti total. "Kalau tidak operasi mungkin saya masih merokok," tegasnya.
Derita akibat rokok itu tak hanya dirasakan dirinya, keluarganya secara tidak langsung ikut menanggungnya. Apalagi ia tidak lagi bisa bekerja lagi. Penyakitnya itu membuatnya harus menjual mobil, tanah, dan mengambil deposito tabungan untuk operasi. Apalagi, saat itu masih ada satu anaknya yang belum lulus kuliah.
"Jika tidak merokok, mungkin saya masih bisa bernyanyi, aktif ke sana-kemari, tidak kehilangan mata pencaharian," kenangnya.
Penyesalannya itu membuat Edison berpesan untuk generasi muda. "Kalau merokok dan berusaha mengurangi, itu non sense. Harus berhenti total," tegasnya.(MEL)