Liputan6.com, Jakarta Mengenang saat kuliah, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengakui, betapa sulitnya ilmu fisika nuklir. Dengan latar belakang pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan fisika, Budi pernah bekerja di International Business Machine (IBM) di Jepang.
"Saya ini malu ngomongnya karena saya alumni fisika dan waktu tugas akhir ya (ambil) di bidang nuklir. Saya ingat, tugas akhir saya, kalau enggak salah itu menggunakan metode montecarlo statistik untuk mendesain reaktor nuklir," tutur Budi saat sambutan acara Penandatanganan Nota Kesepahaman, Pembinaan dan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir di Bidang Kesehatan di Gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat (16/4/2021).
"Kalau enggak salah begitu, saya sendiri sudah sampai lupa. Dan saya akui, bahwa ilmu fisika nuklir itu adalah sesuatu yang sangat susah. Jadi, saya beruntung bisa lulus. Kalau enggak, saya bertahan, bisa enggak lulus karena saking susahnya."
Advertisement
Melihat sulitnya ilmu fisika nuklir, Budi kagum dengan orang-orang yang berkecimpung pada bidang tersebut, khususnya kepada jajaran Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bepeten). Kenangan masa kuliah Budi berlanjut kala ia diajari sang dosen.
"Saya bisa membayangkan bahwa Bapak/Ibu di sini (dari Bapeten) adalah salah satu putra putri terpintar yang ada di Indonesia, bergerak di bidang fisika. Saya ingat diajari oleh profesor saya, tugasnya adalah menjelaskan alam fisik yang fisik ya, bukannya nonfisik, secara keilmuwan," ucap Budi Gunadi.
"Saya ditanya, kenapa langit itu warnanya biru, coba jelaskan rumusnya bisa. Lalu kenapa kalau kita nyalain lilin, kok apinya enggak kotak, bulat, tapi elips. Itu pakai rumus dijelasinnya. Profesor saya sangat filosofis mengajari fisika."
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Cita-cita Budi Gunadi Sadikin Dulu Ingin Jadi Dosen
Budi Gunadi Sadikin juga baru tahu ada keberkaitan ilmu fisika dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Ia mengungkapkan, alasan Kementerian Kesehatan memilih lakukan penandatangan nota kesepahamana nuklir di bidang kesehatan.
"Saya baru tahu ada hubungannya dengan Bapeten dan kenapa saya pilih (penandatangan) ya. Ini saya ingat, sewaktu saya kuliah sampai tingkat 4, saya baru mengerti bahwa Tuhan itu sangat sederhana, mendesain alam alami dengan 4 gaya," tambah Budi.
"Gaya gravitasi yang paling besar itu mengatur pergerakan alam semesta. Kenapa bumi sama bulan bisa muter, bumi muterin matahari karena ada gaya yang diciptakan Tuhan, Allah yang Maha Esa namanya gaya gravitasi, bagaimana massa-massa yang besar di semesta itu berinteraksi."
Gaya yang lebih kecil adalah elektro magnetik, yang mana benda-benda berinteraksi karena memiliki sifat elektro magnetik. Kadang-kadang bingung arti gaya gravitasi, padahal semua ilmu sipil rumus turunannya ilmu tersebut.
Dua jenis gaya lain dalam ilmu fisika, yakni strong force dan weak force, menurut Menkes Budi lebih banyak digunakan di Bapeten. Dalam hal ini, gaya tersebut digunakan untuk bidang kesehatan.
"Strong force itu bergerak mengatur atom. Ada weak force, seperti pemanfaatan radioaktif. Itu sebabnya kenapa Bapeten sebenarnya in the back of (latar belakang) dari penguasaan ilmu fisika atau 50 persen ada di strong force dan weak force," ujar mantan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini.
"Setelah kuliah, saya dulu cita-cita pengen jadi dosen, mau ambil master sama PhD. Tapi entah kenapa diterima di IBM, gaji bagus, 'kecebur' (lanjut IBM) deh. Jadi, hilang kesempatan (ambil master dan PhD)."
Advertisement
Ilmu Fisika Nuklir Diterapkan untuk Diagnosis Kesehatan
Jalan tiga bulan menjadi Menteri Kesehatan, penggunaan nuklir di mata Budi Gunadi Sadikin banyak diterapkan di bidang kesehatan. Terutama dalam radiologi dan terapi atau sebagai kunci diagnosis terhadap pasien.
"Setelah saya lihat, ternyata memang nuklir itu dipakai, baik diagnostik maupun terapi. Pada diagnosis, sifatnya dia menembus, sehingga bisa memberikan informasi-informasi yang mungkin membantu diagnosis seorang dokter, yang sebelumnya masih raba-raba gitu kan," terangnya.
"Sifatnya nuklir yang bisa menembus radiasi, semua teknik-teknik diagnosa untuk komponen-komponen akan sangat terbantu dengan radiologi. Kita bisa melihat terapi menggunakan teknik-teknik basic nuklir, karena dia memiliki sifat energinya tinggi dan sangat terkonsentrasi."
Dalam hal ini, nuklir bisa juga dipakai untuk diagnosis karena sifatnya yang bisa menembus dan dipakai untuk terapis, sifatnya terkonsentrasi dan punya energi yang tinggi.
"Teman-teman dari Bapeten, kita bisa bikin infrastruktur mengenai, bagaimana mendesain alat, bagaimana mempersiapkan orangnya, bagaimana mengoperasikan alat dengan aman," tutup Menkes Budi.
"Yang namanya radiasi itu kan memancarkan, bagaimana kita juga bisa mengembangkan standar diagostik baru atau standar treament baru menggunakan teknolingi nuklir."
Infografis GeNose, Alat Deteksi Cepat Covid-19 Karya Anak Bangsa
Advertisement